Komisi I DPRD Kaltim saat melakukan RDP permasalahan Lahan Bandara APT Pranoto. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Proses pembebasan lahan Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto Samarinda yang telah berlangsung hampir tiga dekade kembali menjadi sorotan.
Komisi I DPRD Kalimantan Timur mendesak pemerintah mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan ini, menyusul belum tuntasnya pembayaran dan kepastian status kepemilikan atas sejumlah bidang lahan.
Meskipun putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) telah keluar sejak beberapa waktu lalu, eksekusi penyelesaian ganti rugi lahan belum sepenuhnya dilakukan.
“Persoalan ini terlalu lama dibiarkan. Harus ada langkah final dan menyeluruh. Hak masyarakat harus dipenuhi, begitu juga hak pemerintah,” tegas Agus Suwandi, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kaltim, Jumat 26 September 2025.
Agus mengungkapkan, sebagian warga mengaku sudah menerima ganti rugi sejak proses awal pembebasan pada 1995, namun masih banyak yang belum mendapat kejelasan.
Bahkan, beberapa pemilik lahan mengeluhkan dokumen sertifikat tanah mereka ditarik seluruhnya, meskipun hanya sebagian lahan yang terkena proyek.
“Kalau hanya separuh lahan yang masuk pembebasan, yang tidak kena harus dipulihkan kembali haknya. Jangan semua surat ditarik, itu melanggar hak kepemilikan,” ujarnya.
Komisi I meminta seluruh pihak, baik warga maupun instansi terkait, menyusun dan menyajikan data kepemilikan serta nilai ganti rugi secara lengkap dan terverifikasi. Tujuannya, agar data yang diajukan warga dapat dicocokkan dengan catatan pemerintah, dan tidak terjadi klaim sepihak.
“Selesaikan dengan kepala dingin dan dasar data, bukan saling ngotot,” tambah Agus.
Sengketa lahan Bandara APT Pranoto sempat memuncak pada 2017, saat sejumlah warga mengajukan gugatan hukum. MA telah mengeluarkan putusan kasasi, yang kini diharapkan menjadi landasan kuat untuk penyelesaian administrasi dan pembayaran ganti rugi.
Komisi I DPRD Kaltim menjadwalkan pertemuan lanjutan antara masyarakat pemilik lahan dan instansi terkait dalam waktu dekat, guna menyelesaikan polemik yang telah membayangi keberadaan bandara strategis tersebut.
“Yang terpenting, penyelesaian ini tidak lagi menggantung. Pemerintah dan masyarakat sama-sama punya hak yang harus dihormati dan dipenuhi,” pungkas Agus. (*)