search

Pendidikan

Universitas Paramadinacyberbullyingperundunganmedia sosialetikacollaborative justiceliterasi digital

Jangan Lupa Ada Pembatasan Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital

Penulis: Redaksi Presisi
1 jam yang lalu | 0 views
Jangan Lupa Ada Pembatasan Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital
Para peserta webinar public education cyberbullying. (Dok Universitas Paramadina)

Jakarta, Presisi.co - Membangun kesadaran kritis dan etika bermedia di tengah arus kebebasan berekspresi yang semakin luas di ruang digital, sangat dibutuhkan di era disrupsi saat ini.

“Diskusi yang dilandasi semangat literasi dan kesadaran kritis ini diharapkan tidak hanya berhenti pada pemahaman konseptual, melainkan juga mampu mendorong kontribusi nyata dalam membangun ruang digital yang aman, sehat, dan beretika,” ujar Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Juni Afliah Chusjairi, Ph.D saat memberikan sambutan dalam webinar bertajuk Public Education Cyberbullying: Antara Kebebasan Berekspresi dan Etika Bermedia yang dihelat Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina.

Ajang yang diselenggarakan pada Jumat, 12 Desember 2025 ini merupakan bagian dari upaya literasi bagi masyarakat dalam merespons meningkatnya praktik perundungan di ruang-ruang media sosial dan komunikasi politik daring.

“Ekspresi di media digital selalu membawa konsekuensi sosial, sehingga etika dan literasi digital harus berjalan seiring dengan kebebasan berekspresi,” jelas Fahmi Fuad Cholagi, narasumber dari sekolah vokasi IPB University.

Ia menegaskan bahwa kebebasan berekspresi harus dibarengi dengan tanggung jawab etis agar tidak berubah menjadi ujaran kebencian atau perundungan digital.

Fahmi Fuad juga menekankan bahwa kritik terhadap kebijakan publik merupakan bagian sah dari demokrasi. Hanya saja hal itu harus dibedakan secara tegas dari serangan personal terhadap individu atau tokoh politik.

“Kritis itu perlu, tetapi etika tetap menjadi fondasi utama komunikasi politik di ruang digital, agar tidak memicu polarisasi dan merusak kualitas demokrasi,” imbuhnya.

Ada batasan hukum

Sementara itu dosen Universitas Djuanda Bogor, Dr. Nurwati, S.H., M.H menuturkan bahwa kebebasan berekspresi memiliki batas hukum yang jelas, terutama ketika menyentuh hak orang lain, perlindungan data pribadi, serta larangan ujaran kebencian.

“Ruang digital tidak bersifat bebas nilai. Etika, hukum, dan tanggung jawab moral harus berjalan seiring agar demokrasi digital tidak berubah menjadi ruang kekerasan simbolik,” papar Nurwati.

Terkait dengan penyelesaian masalah perundungan siber ini, Nurwati lebih suka mengedepankan pola collaborative justice ketimbang penindakan yang represif dan kriminalisasi. Alasannya, collaborative justice menempatkan dialog, pemulihan relasi sosial, serta keterlibatan berbagai pihak mulai dari korban, pelaku, keluarga, institusi pendidikan, dan negara, sebagai inti penyelesaian masalah.

Sedangkan Suhandar, Wakil Kepala Sekolah SMK Bina Nasional Informatika (SBNI) Cikarang, mengungkapkan praktik pencegahan cyberbullying di lingkungan sekolah dilakukan melalui pendekatan preventif, dialog terbuka, peran aktif guru dan bimbingan konseling, serta penguatan nilai-nilai keagamaan dan karakter.

“Bullying tidak selalu bisa dihilangkan sepenuhnya, tetapi dapat ditekan melalui pemahaman yang proporsional, pendampingan, dan pembinaan karakter yang berkelanjutan,” papar Suhandar.

Bukan entitas terpisah

Sedangkan Alan Firmansyah, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Paramadina, menekankan fenomena cyberbullying tidak dapat dilepaskan dari perubahan cara manusia berinteraksi di era digital. Ia mengutip pemikiran Merlyna Lim dalam artikelnya A Cyber Urban Space Odyssey bahwa ruang digital dan ruang fisik tidak lagi dapat dipahami sebagai dua entitas yang terpisah, melainkan sudah menjadi ruang hibrid.

Ajang ini berlangsung meriah karena partisipasi aktif peserta mulai dari akademisi Universitas Djuanda Bogor, Universitas Paramadina, hingga pelajar dari SMK Bina Nasional Informatika Cikarang dan SMKN 1 Kusan Hilir Kalimantan Selatan. (*)