Kejati dan Pemprov Kaltim Sepakat Pidana Kerja Sosial Berlaku Awal Januari 2026
Penulis: Akmal Fadhil
8 jam yang lalu | 0 views
Kejati Kaltim saat MoU terkait penerapan sanksi sosial. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Upaya pembaruan sistem pemidanaan nasional mulai bergerak di Kalimantan Timur (Kaltim).
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) dan Pemerintah Provinsi Kaltim resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial.
Hal itu sebagai salah satu instrumen baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023.
Penandatanganan berlangsung di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda Selasa 8 Desember 2025.
MoU tersebut ditandatangani langsung oleh Kepala Kejati Kaltim, Supardi dan Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud.
Kesepakatan ini sekaligus menjadi dasar sinergi antara Kejaksaan Negeri se Kaltim dan pemerintah kabupaten/kota dalam menyediakan fasilitas dan mekanisme pelaksanaan pidana kerja sosial.
Supardi menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan tonggak penting dalam implementasi UU Nomor 1 Tahun 2023.
Instrumen ini membawa pendekatan pemidanaan yang lebih korektif, restoratif, dan rehabilitatif berbeda dari paradigma pemidanaan konvensional yang berfokus pada pemenjaraan.
“Pidana kerja sosial bukan sekadar alternatif hukuman penjara. Ini bentuk pemidanaan modern yang menekankan pemulihan sosial, memberi manfaat bagi masyarakat, dan mengurangi dampak negatif pemenjaraan,” ujar Supardi.
Menurutnya, mekanisme ini memungkinkan terpidana tetap mempertahankan kehidupan sosial dan ekonomi, sembari melakukan aktivitas kerja sosial yang bermanfaat bagi publik. Reintegrasi sosial pun berjalan lebih produktif.
Supardi menekankan bahwa keberhasilan pidana kerja sosial tidak bisa dibebankan hanya kepada Kejaksaan.
Pemerintah daerah berperan dalam penyediaan lokasi kerja sosial, pembinaan, pengawasan, dan pelaporan.
“Kerja sama ini bukan hanya administratif, tetapi juga kerja moral dan sosial. Kita ingin menghadirkan pemidanaan yang humanis tanpa mengurangi ketegasan hukum,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Pemprov Kaltim, Forkopimda, pemerintah kabupaten/kota, serta PT Jamkrindo atas dukungan fasilitas dan kolaborasi dalam memperkuat program berbasis pemulihan sosial tersebut.
Supardi menambahkan bahwa penerapan pidana kerja sosial memberi manfaat multipihak: • mengurangi beban lembaga pemasyarakatan, • meningkatkan kebersihan dan pemeliharaan fasilitas publik, • mendorong partisipasi sosial, • serta menghadirkan pemidanaan yang lebih proporsional dan berorientasi pemulihan.
“Pidana kerja sosial bukan hanya sanksi, tetapi kesempatan kedua bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan kembali berkontribusi,” ujarnya.
Ia menutup sambutan dengan ajakan memperkuat koordinasi dan menjaga integritas agar Kaltim menjadi contoh penerapan KUHP baru yang efektif dan humanis.
Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyambut baik kerja sama ini. Ia menyebut pidana kerja sosial sebagai instrumen baru yang memiliki dimensi pemulihan, edukasi, dan manfaat sosial sejalan dengan arah kebijakan hukum progresif dan keadilan restoratif.
“Saya ikut merancang Undang-Undang ini ketika masih di Komisi III DPR RI. Saya sangat setuju dengan sistem pidana kerja sosial,” kata Rudy.
Pidana kerja sosial akan mulai berlaku bersamaan dengan pemberlakuan penuh KUHP baru pada 2 Januari 2026. (*)