search

Advetorial

dprd kaltimkutai timur Jalan Rusak Kutim Tanggung Jawab Tambangkaltim prima coal Infrastruktur PublikCSR TambangKomisi III DPRD Kaltim Jalan Sangatta Bengalon Jalan Sangatta Rantau Pulung Etika Bisnis Tambang Keadilan Investasi Regulasi Perusahaan Tambang Perbaikan Infrastruktur Jalan

DPRD Kaltim Desak Perusahaan Tambang Tanggung Jawab atas Kerusakan Jalan di Kutim

Penulis: Akmal Fadhil
Jumat, 23 Mei 2025 | 12 views
DPRD Kaltim Desak Perusahaan Tambang Tanggung Jawab atas Kerusakan Jalan di Kutim
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Apansyah.

Samarinda, Presisi.co— DPRD Kalimantan Timur melalui Komisi III kembali menegaskan komitmennya untuk menekan perusahaan-perusahaan tambang agar bertanggung jawab terhadap kerusakan infrastruktur jalan yang mereka lalui.

Isu ini menjadi sorotan utama, khususnya di wilayah Kutai Timur (Kutim), yang selama ini menjadi pusat aktivitas pertambangan namun minim kontribusi terhadap infrastruktur publik.

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Apansyah, menyebut bahwa salah satu agenda penting pihaknya adalah memanggil PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk meminta penjelasan konkret mengenai kontribusi perusahaan terhadap perbaikan jalan.

“Kita sudah memanggil pihak KPC, tanggung jawabnya seperti apa? Itu yang kita pertanyakan,” ujar Apansyah, Jumat 23 Mei 2025.

Menurutnya, keberadaan industri tambang berskala besar seperti KPC tak bisa dilepaskan dari kewajiban sosial untuk turut menjaga infrastruktur yang digunakan setiap hari. Sayangnya, jalan yang menjadi urat nadi mobilitas masyarakat justru rusak parah akibat aktivitas angkutan tambang.

Ia menyoroti dua jalur utama yang kini dalam kondisi rusak berat, yaitu jalan dari Sangatta ke Bengalon dan dari Sangatta ke Rantau Pulung.

Keduanya merupakan akses vital masyarakat dan juga dilalui kendaraan berat milik perusahaan tambang.

“Untuk tanggung jawab dengan infrastruktur jalan kita, yang Sangatta–Rantau Pulung juga hancur, Sangatta–Bengalon juga hancur hari ini,” tegasnya.

Apansyah menyatakan bahwa pihak DPRD tidak akan tinggal diam dan terus mendorong adanya perbaikan segera.

Ia juga meminta agar pemerintah daerah dan provinsi tidak bersikap pasif, melainkan aktif berkoordinasi dengan pelaku usaha terkait pemeliharaan jalan.

Lebih dari itu, Apansyah menilai perlu adanya regulasi atau kebijakan tegas dari pemerintah provinsi yang mewajibkan perusahaan tambang menyisihkan sebagian keuntungan mereka untuk dana pemeliharaan jalan dan fasilitas umum lainnya.

“Kita butuh regulasi yang mengikat. Selama ini, kontribusi mereka belum terasa maksimal,” katanya.

Ia menambahkan, tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR bukan hanya soal program pemberdayaan masyarakat, tetapi juga infrastruktur publik yang berhubungan langsung dengan aktivitas perusahaan.

“Ini bagian dari etika bisnis. Mereka memakai jalan itu setiap hari. Harus ada timbal balik yang jelas,” ujarnya.

Apansyah juga meminta transparansi dalam bentuk kontribusi apa saja yang telah atau akan diberikan perusahaan.

Menurutnya, masyarakat berhak tahu siapa yang merusak dan siapa yang memperbaiki.

“Kita tidak anti-investasi, tapi kita ingin investasi yang adil dan bertanggung jawab,” pungkasnya. (*)