Presisi - Sudah banyak bandara besar di Amerika yang menyediakan ruang khusus untuk berdoa, bermeditasi, atau bahkan melaksanakan ibadah agama bagi para pengunjungnya. Berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan lembaga riset Pew, pada tahun 2015, dari sekitar 30 bandara besar di Amerika, 18 di antaranya, atau 60 persennya memiliki chapel atau ruang berdoa.
Kebanyakan tempat ini berupa satu ruang yang dapat dimanfaatkan oleh umat dari berbagai agama, biasa disebut sebagai interfaith chapel. Kapel pertama yang tersedia di bandara AS adalah kapel Our Lady of the Airways, yang dibuka pada tahun 1951 di Bandara Internasional Logan, Boston. Tempat ini pada mulanya ditujukan bagi mereka yang bekerja di lingkungan bandara.
Empat tahun kemudian, kapel berikutnya, Our Lady of the Skies, dibuka di bandara yang kemudian menjadi Bandara Internasional John F. Kennedy di kota New York. Sejak itu, semakin banyak pula bandara di berbagai penjuru AS yang menambahkan ruang hening semacam itu bagi karyawan maupun pengunjungnya.
Namun kenyataannya cukup banyak pengunjung bandara yang tidak mengira adanya ruang semacam itu. Ada pula yang karena membutuhkannya, namun harus bertanya dulu ke petugas bandara. Seperti yang terjadi pada Sri Lestari Tulastono, yang kerap bepergian untuk urusan pekerjaan maupun berlibur. Warga Maryland yang terbiasa tepat waktu sholat itu menyampaikan pengalamannya beribadah di sebuah kapel bandara di Charlotte, North Carolina.
"Saya bertanya ke petugas keamanan, apakah ada tempat untuk beribadah di sana. Kebetulan di sana ada chapel. Saya pikir pasti bisa dipakai untuk semua agama. Memang di sana welcome. Sepi, tempatnya seperti ruang meeting biasa. Ada meja, kursi, seperti di rumah, ada juga tempat kosong untuk menaruh mukena, sajadah. Untuk wudu, di toilet dekat situ. Karena sepi, bukan di ruang umum, jadi enak, bisa fokus sholat," ujar Sri.
Meskipun disebut kapel, tempat yang biasa digunakan untuk beribadah oleh non-muslim, Sri melihatnya hal tersebut bukan merupakan masalah bagi mereka yang beragama lain untuk turut memanfaatkannya. Ruangan tersebut ditata seperti halnya ruang tamu di rumah yang dilengkapi meja dan kursi. Lalu apa saja fasilitas yang tersedia di ruang yang kira-kira cukup bagi lima orang untuk sholat berjamaah itu? Sri mengatakan, ada Kitab Suci Injil, juga gambar-gambar orang berdoa.
Di bandara di ibu kota, tepatnya di Bandara Internasional Dulles, interfaith chapel terletak di bagian dalam terminal keberangkatan. Tempat sholat umat Islam yang beralaskan karpet dan menempati sisi kiri ruangan itu dilengkapi dengan sajadah, tasbih, kitab suci Al-Quran serta buku-buku doa. Chapel ini buka 24 jam per hari.
Seorang rohaniwan senior di bandara tersebut pernah mengemukakan kepada VOA, perlengkapan seperti itu merupakan sumbangan dari komunitas muslim, masjid, maskapai penerbangan Saudi, serta Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR).
Bagi umat agama lain, tersedia pula rosario, serta kitab-kitab suci atau bacaan keagamaan lainnya yang tersedia dalam berbagai bahasa, termasuk Inggris, Spanyol, Perancis, Urdu hingga Polandia
Di bandara Nasional Ronald Reagan, juga di Washington DC, tersedia pula tempat ibadah serupa. Lokasinya di area umum, sebelum penumpang memasuki gerbang-gerbang keberangkatan mereka. Selain calon penumpang, cukup banyak juga karyawan di kawasan bandara yang memanfaatkan tempat tersebut.
Banyak bandara di AS yang memiliki setidaknya satu interfaith chapel.Namun berbeda dengan Bandara Internasional John F Kennedy. Bandara di di Kota New York ini menyediakan empat ruang ibadah yang masing-masing dikhususkan untuk umat Katolik, umat Protestan, umat Yahudi dan muslim.
Bukan hanya menyediakan ruang, sejumlah bandara juga melengkapinya dengan rohaniwan, baik pendeta maupun imam. Bandara Dulles, misalnya, menyelenggarakan kebaktian pada hari Minggu maupun misa, serta sholat Jumat. Setiap tengah hari juga berlangsung ibadah bagi umat Yahudi di sana.
Yang jelas, meskipun luasnya terbatas, keberadaan tempat beribadah atau berdoa seperti ini sangat menyenangkan bagi yang terbiasa memanfaatkannya. Sri Tulastono menambahkan, bila tempat sholatnya darurat karena arealnya yang sangat terbatas, ia tak jarang melakukannya dengan duduk
"Kalau di chapel bisa semua, sujud rukuk bisa. Tapi kalau di tempat lain ya duduk saja, cuma menunduk seperti sholat di kursi," ujar Sri Tulastono.
Seperti juga yang dirasakan Sri, tempat-tempat seperti ini memudahkan para pengunjungnya dalam menjalankan ibadah atau kewajiban agama mereka.