Gus Yahya Cholil Staquf Dipecat dari Jabatan Ketua Umum PBNU, Apa Alasannya?
Penulis: Rafika
55 menit yang lalu | 25 views
Gus Yahya. (Tangkapan layar)
Presisi.co - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengedarkan surat resmi yang menegaskan bahwa KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai ketua umum. Dokumen tersebut tersebar luas dan tercantum menggunakan tanda tangan elektronik Wakil Rais Aam KH Afifuddin Muhajir bersama Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir.
Edaran ini lahir dari keputusan rapat harian Syuriyah PBNU yang berlangsung pada 20 November di Jakarta. Dalam forum itu, Syuriyah meminta Gus Yahya mengajukan pengunduran diri dalam waktu tiga hari sejak risalah diterimanya. Rapat juga menetapkan mekanisme pemberhentian otomatis apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Dalam kronologi yang tertulis, KH Afifuddin Muhajir sempat mendatangi Gus Yahya pada 21 November di Hotel Mercure Ancol untuk menyerahkan risalah rapat. Namun dokumen itu disebut dikembalikan oleh Gus Yahya dalam pertemuan tersebut.
Batas waktu tiga hari yang ditetapkan berlalu tanpa adanya penyampaian surat resignasi. Kondisi itu mendorong penerbitan surat edaran yang berisi pencabutan kewenangan Gus Yahya. Dalam salah satu poin dijelaskan bahwa Gus Yahya telah membaca risalah rapat pada 23 November sehingga proses pemberhentian dianggap sah berlaku.
"Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU, terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB," demikian bunyi butir ketiga dalam surat edaran itu, dikutip Rabu 26 November 2025.
Pernyataan berikutnya menegaskan bahwa seluruh fasilitas, atribut, serta hak yang melekat pada posisi ketua umum tidak lagi dapat digunakan. Ia juga tidak lagi memiliki dasar untuk bertindak atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama sejak waktu yang ditetapkan.
Untuk memastikan jalannya organisasi, surat tersebut menyebut bahwa kewenangan PBNU sementara berada di bawah Rais Aam. Pengurus diminta segera menyelenggarakan rapat pleno guna menindaklanjuti kekosongan jabatan.
"Selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU sebagaimana dimaksud, maka kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama," tulis edaran tersebut.
Surat edaran itu juga membuka ruang keberatan melalui jalur internal organisasi. "Bila KH Yahya Cholil Staquf berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama, sesuai mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal."
Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir memastikan dokumen tersebut sah. "Benar, itu surat dari Syuriyah PBNU," ujarnya, dikutip dari Suara.com, Rabu 26 November 2025.
Tajul juga memberikan klarifikasi mengenai bentuk surat itu. "Sebagai Katib PBNU bersama Wakil Rais Aam, KH Afifuddin Muhajir, saya menandatangani surat itu. Jadi itu bukan surat pemberhentian," katanya.
Menurutnya, surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan dalam risalah Syuriyah.
"Dalam risalah yang dibuat Syuriyah, memberikan Gus Yahya waktu mundur atau diundurkan setelah tiga kali duapuluh empat jam. Karena itulah surat ini diterbitkan," ujar Ahmad Tajul.