search

Daerah

Dua Dekade Komisi YudisialPenghubung KY KaltimUntag SamarindaIntegritas Hakim

Dua Dekade Komisi Yudisial, Penghubung KY Kaltim Gelar Edukasi Publik di Untag Samarinda

Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 0 views
Dua Dekade Komisi Yudisial, Penghubung KY Kaltim Gelar Edukasi Publik di Untag Samarinda
Sesi foto bersama usai melaksanakan Edukasi Publik yang diselenggarakn oleh Penghubung Komisi Yudisial Kaltim. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Dalam rangka peringatan dua dekade Komisi Yudisial (KY), Penghubung KY Kalimantan Timur menggelar Seminar Edukasi Publik bertajuk “Peran Penghubung Komisi Yudisial Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat II Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda pada Selasa 12 Agustus 2025.

Abdul Ghofur, selaku Penghubung KY Kalimantan Timur, menyampaikan bahwa seminar ini bertujuan mengedukasi publik mengenai peran strategis lembaga penghubung KY dalam menjaga marwah dan integritas peradilan di daerah.

“Ini bagian dari refleksi 20 tahun Komisi Yudisial sekaligus 11 tahun keberadaan penghubung KY di daerah. Peran kami sangat penting dalam menjaga integritas hakim, meski tantangannya juga tidak sedikit,” ujarnya.

Abdul Ghofur mengakui keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran menjadi kendala utama dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap hakim di daerah.

“Jumlah hakim di seluruh Indonesia sekitar 8.000 orang, sementara personel KY hanya sekitar 300. Di Kalimantan Timur sendiri, penghubung hanya empat orang, padahal ada 10 pengadilan negeri dan agama,” jelasnya.

Ia menambahkan, efisiensi anggaran tahun ini turut mempengaruhi efektivitas kerja di lapangan.

“Kami harus bekerja dengan sumber daya terbatas untuk mengawasi banyak pengadilan. Di provinsi lain seperti Jawa Timur, jumlah pengadilan bahkan bisa mencapai 30," katanya.

Saat dialog berjalan, KY dihadapkan pertanyaan netralitas hakim dari beberapa persidangan seperti kasus Nikita Mirzani.

Merespon hal itu, Ghofur menyatakan bahwa KY tidak dapat memantau seluruh perkara secara mendetail.

“Kasus seperti Mirzani atau Ronald Tanur, kami tidak bisa ikuti semuanya. Sumber daya kami terbatas, dan fokus kami adalah pada pengawasan integritas hakim, bukan isi putusan,” tegasnya.

Ia mencontohkan kasus Ronald Tanur yang sempat menuai sorotan publik karena putusan bebas meski korban meninggal dunia.

“Dalam kasus itu, belakangan terungkap adanya dugaan suap. Ini membuktikan pentingnya peran KY dalam menjaga netralitas hakim,” tambah Ghofur.

Sementara itu, Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo mengatakan bahwa kondisi kekosongan hakim akibat menempuh pendidikan juga menjadi masalah, belum lagi kapasitas hakim tidak sebanyak instansi hukum lainnya.

“Artinya KY juga perlu diawasi, sebagaimana memastikan bahwa netralitas dan kode etik kehakiman dapat ditegakkan,” tukasnya yang juga menjadi salah satu narasumber di Edukasi Publik ini.

Hal yang perlu diperhatikan lagi ialah kondisi realita, yang mana pelanggaran kode etik kehakiman tidak mungkin hanya terjadi hanya karena satu pihak.

“Seluruh pihak itu bisa terseret jika kita betul-betul mengawasi, karena keterlibatan external dari hakim juga bisa menjadi faktor pelanggaran kode etik,” tegasnya.