DPO Selama 8 Tahun, Terpidana Kasus Pencabulan Diamankan Kejari Samarinda
Penulis: Muhammad Riduan
1 hari yang lalu | 67 views
Alexander Agustinus Rottie (52) saat diamankan petugas di Samarinda.(Presisi.co/Muhammad Riduan)
Samarinda, Presisi.co – Alexander Agustinus Rottie (52), seorang pendeta yang menjadi buronan terpidana kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, akhirnya berhasil dibekuk, setelah delapan tahun dalam pelarian.
Ia diamankan tim Satgas Intelijen Informasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung, Kejati Sumatera Utara, dan Kejari Samarinda di Manado, di sebuah rumah makan kawasan Jalan 14 Februari, Teling Atas, Kecamatan Wanea, Manado, Selasa 10 Juni 2025, pukul 12.05 Wita.
Kasus yang menjeratnya, bermula 2016 saat ia jalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda atas dakwaan pencabulan anak berdasarkan Pasal 81 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Meski 2017 ia divonis bebas PN, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 2121 K/PID.SUS/2017, Alexander terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana dengan tipu muslihat, kebohongan, serta membujuk anak untuk melakukan persetubuhan,” jelas Kepala Kejari Samarinda, Firmansyah Subhan, Rabu 11 Juni 2025.
Sejak keluarnya putusan kasasi, Alexander menghilang dari peredaran dan dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejari Samarinda. Selama delapan tahun pelarian, Alexander berpindah-pindah ke sejumlah daerah seperti pedalaman Berau, Manokwari, hingga Minahasa Utara.
"Selama berpindah-pindah itu, yang bersangkutan juga merubah KTP, sehingga kita sempat kesulitan juga waktu itu. Kami meminta bantuan Tim TABUR dan Tim SIRI Kejaksaan Agung RI, dan ditemukan di Minahasa. Selama berpindah-pindah itu juga, yang bersangkutan masih (berprofesi) sebagai pendeta,” tuturnya.
Meski demikian, Alexander membantah dirinya melarikan diri. Ia mengaku yakin tidak bersalah dan tetap berpegang pada putusan bebas dari pengadilan tingkat pertama.
“Saya fikir, saya tidak bersalah. Sebelumnya saya bebas murni tanpa bukti-bukti menyatakan saya bersalah. Tidak ada bukti-bukti saksi yang meyakinkan saya bersalah,” ujarnya.
Ia juga mengaku tidak mengetahui adanya putusan kasasi dari Mahkamah Agung. “Saya enggak tau, bahkan pengacara saya pun tidak terima. Tidak pernah,” timpalnya.
Adapun mengenai tudingan penggunaan identitas ganda atau penggantian KTP selama buron, Alexander menepisnya. “Tidak ada pergantian KTP. Demi Tuhan saya tidak bersalah,” tegasnya.
Selanjutnya, ia mengaku akan menempuh langkah hukum lanjutan karena merasa dirinya tidak bersalah. “Akan saya lakukan,” tandasnya saat ditanta mengenai sikapnya.
Meski begitu, Kejaksaan tetap menjalankan eksekusi. Setelah penangkapan, Alexander langsung digiring ke Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas I Samarinda untuk menjalani hukuman sesuai amar putusan Mahkamah Agung.
Ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp60 juta, dengan ketentuan subsider 2 bulan kurungan apabila denda tidak dibayar, sesuai dengan putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 2121 K/PID.SUS/2017. (*)