search

Advetorial

TBC KaltimAndi Satya Adi Saputra Komisi IV DPRD DOTS Pengobatan TBC TB Resisten ObatKesehatan MasyarakatPuskesmas KaltimDinas Kesehatan Kaltim Edukasi TBC Pengawasan Pasien Kader KesehatanGerindra Kaltim Kesehatan Publik

Andi Satya Desak Pengawasan Ketat Pengobatan TBC, Dorong Reaktivasi Program DOTS di Kaltim

Penulis: Akmal Fadhil
Senin, 19 Mei 2025 | 9 views
Andi Satya Desak Pengawasan Ketat Pengobatan TBC, Dorong Reaktivasi Program DOTS di Kaltim
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra.

Samarinda, Presisi.co — Rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan tuberkulosis (TBC) di Kalimantan Timur mendapat sorotan dari DPRD.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menilai kondisi tersebut mengkhawatirkan dan berisiko meningkatkan kasus TBC resisten obat (TB RO), yang sulit diobati dan berpotensi menular lebih luas.

Untuk itu, Andi mendorong agar pemerintah daerah mengaktifkan kembali sistem pengobatan TBC berbasis pengawasan langsung atau Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) secara menyeluruh di seluruh kabupaten/kota.

“DOTS ini sebenarnya sudah lama dikembangkan pemerintah. Tapi belakangan seolah ditinggalkan. Padahal kunci pengobatan TBC itu ada di kepatuhan pasien, dan itu hanya bisa dijamin lewat pengawasan langsung,” ujarnya, Senin 19 Mei 2025.

Menurutnya, banyak pasien tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas, meskipun fasilitas dan obat telah disediakan secara gratis. Tanpa pengawasan yang memadai, kebiasaan putus obat di tengah jalan makin marak.

“Seringkali pasien hanya patuh di awal. Tapi begitu tidak diawasi, mereka berhenti sendiri. Ini yang menyebabkan munculnya TB RO. Sangat berbahaya dan bisa jadi beban besar bagi sistem kesehatan,” tegasnya.

Andi meminta pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan, untuk menggandeng puskesmas, rumah sakit, dan kader kesehatan desa dalam menghidupkan kembali sistem pengawasan DOTS. Ia menyebut keterlibatan pengawas dari lingkungan sekitar pasien sebagai strategi efektif dan murah.

“Bisa RT, kader, atau keluarga yang ditunjuk. Yang penting obat diminum di depan mata, bukan dibawa pulang tanpa kontrol,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya pelatihan bagi para pengawas agar memahami peran dan tanggung jawabnya, termasuk cara memantau dan melaporkan perkembangan pasien.

Lebih lanjut, politisi Gerindra ini mendorong evaluasi menyeluruh atas program TBC di Kaltim. Menurutnya, data pasien putus obat harus ditelusuri untuk mengetahui akar masalah dan merancang pendekatan yang lebih tepat.

“Apakah karena jarak ke puskesmas, bosan minum obat, atau kurang sosialisasi. Semua itu harus kita tahu. Jangan hanya pakai asumsi,” katanya.

Andi juga menyarankan pendekatan insentif, seperti reward bagi pasien yang berhasil menyelesaikan pengobatan secara penuh, sekaligus metode edukatif bagi pasien yang rentan putus pengobatan.

“Harus ada pendekatan manusiawi juga. Kita ingin mereka sembuh, tapi juga sadar bahwa mereka punya tanggung jawab mencegah penularan,” tambahnya.

Penanggulangan TBC, lanjut Andi, seharusnya tak sekadar menjadi program rutin Dinas Kesehatan, melainkan prioritas lintas sektor, terutama di daerah padat penduduk dan dengan kasus TBC tinggi.

“Kalau tidak segera dibenahi, TBC bisa jadi bom waktu kesehatan masyarakat di Kaltim,” pungkasnya. (*)