Ketidakstabilan Geopolitik dan Proteksionisme Dagang Global Sebabkan Fluktuasi Harga Komoditas
Penulis: Redaksi Presisi
Kamis, 18 Juli 2024 | 315 views
Samarinda, Presisi.co - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Kpw BI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto, menyatakan ketidakstabilan geopolitik dan proteksionisme dagang global telah menyebabkan fluktuasi harga komoditas di wilayah tersebut. Hal ini disampaikan Budi dalam Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi Kaltim di Hotel Fugo, Samarinda, Rabu, 17 Juli 2024.
“Inklusivitas dan keberlanjutan sektor, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta permintaan domestik yang kuat, menjadi kunci ketahanan ekonomi Indonesia,” ujar Budi. Ia menekankan bahwa meskipun Indonesia telah melalui berbagai krisis seperti booming komoditas 2013, krisis global 2008, dan pandemi 2020, negara ini tetap menunjukkan resiliensi yang kuat.
Budi juga mencatat bahwa nilai tukar sempat berfluktuasi, namun kini telah menguat kembali meskipun ada tekanan dari pembayaran hutang dan dividen keluar. Ia menyoroti ketergantungan ekonomi Kaltim pada sumber daya alam, terutama pertambangan dan migas, yang membuat fluktuasi harga batu bara berdampak langsung pada sektor perbankan.
“Perbankan perlu satu sikap pengembangan di luar batu bara sehingga penyaluran kredit tidak turun tajam,” jelas Budi. Ia menambahkan bahwa kebijakan global yang cenderung beralih ke sektor hijau akan berdampak signifikan pada ekonomi Kaltim.
Namun, Budi melihat adanya peluang besar dengan perpindahan ibu kota negara ke wilayah ini, termasuk peningkatan jumlah penduduk dan akselerasi permintaan kebutuhan pokok. “Menjaga stabilisasi harga dengan memastikan suplai yang memadai sangat penting,” tambahnya. Budi juga menekankan pentingnya fokus pada sektor pertanian untuk menjaga stabilitas harga pangan, meskipun produktivitasnya tidak setinggi di Jawa dan Sulawesi.
Transformasi ekonomi melalui pengembangan ekonomi maritim, pariwisata, ekonomi kreatif, dan hilirisasi juga diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam. Akselerasi investasi mesti didorong melalui penguatan infrastruktur dan konektivitas. “Diperlukan dukungan terhadap peraturan pemerintah terkait peningkatan hasil ekspor sumber daya alam dan perlakuan pajak penghasilan atas devisa hasil ekspor,” tutup Budi. (*)