search

Opini

KPU PemiluHarry Setya Nugraha

Dosen HTN Unmul Nilai Penyelenggaraan Pemilu 2024 Jauh dari Representasi Demokrasi Indonesia

Penulis: Sonia
Jumat, 22 Maret 2024 | 569 views
Dosen HTN Unmul Nilai Penyelenggaraan Pemilu 2024 Jauh dari Representasi Demokrasi Indonesia
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Harry Setya Nugraha

Samarinda, Presisi.co - Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Unmul, Harry Setya Nugraha menyatakan bahwa Pemilu itu tidak hanya langsung umum dan rahasia tetapi harus jujur dan adil supaya mewujudkan tujuan demokrasi.

"Dalam penyelenggaraan Pemilu tidak cukup hanya langsung, umum dan rahasia, namun penting juga untuk jujur dan adil," katanya dalam acara diskusi publik bertemakan Masa Depan Demokrasi Indonesia Pasca Pemilu, Jumat (22/3/2024).

Dia menilai bahwa penyelenggaraan pemilu 2024 masih cacat integritas. Hal ini menurutnya jauh dari representasi demokrasi negara Indonesia dilihat dari pelanggaran yang terjadi mulai dari penetapan pencalonan hingga pengumuman hasil suara nasional yang ditetapkan oleh KPU.

"Saya masih mempertanyakan apakah pemilihan ini sudah berjalan secara jujur dan adil karena jika dilihat pemilu berjalan iya, namun sebagai perwujudan pelaksanaan demokrasi tetapi tidak demokratis," tegasnya.

Akademisi Fakultas Hukum tersebut meragukan pimpinan kredibilitas KPU RI dalam menggelar Pemilu jujur dan adil.

"Disini termasuk ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, terbukti berkali-kali melakukan pelanggaran etik dan dia tidak mundur, menimbulkan pertanyaan ada apa yang terjadi dalam pemilu kita," ujarnya.

Tidak hanya KPU, Bawaslu juga pernah mendapat putusan dari DKPP terkait laporan yang seharusnya ditangani langsung oleh Bawaslu. Secara faktual Dua lembaga penyelenggara institusi ini diputus DKPP dalam perkara tertentu.

"Bawaslu juga pernah mendapat putusan dari DKPP namun tidak diindahkan. Maka Saya meragukan apa benar Pemilu kita telah jujur dan adil. Saya kira masyarakat bisa menilai itu semua," katanya.

Menurutnya KPU dan Bawaslu memangku peran penting sebagai penyelenggara Pemilu. Namun, kedua instansi ini diduga telah menjadi lembaga yang semakin menjauhkan Pemilu dari nilai etika, profesionalitas dan integritas. Dia menilai ini semakin memperburuk citra lembaga dan publik semakin hilang kepercayaan baik terhadap institusi penyelenggara pemilu maupun terhadap pelaksanaan pemilu itu sendiri.

Termasuk Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dilakukan di beberapa tempat baik dalam negeri dan luar negeri itu adalah salah satu bentuk cacat dalam pemilu yakni ketidakprofesionalan para penyelenggara.

"Pada saat Bawaslu memerintahkan PSU ya, itu mengindikasikan bahwa ada persoalan dalam penyelenggaraan pemilu kita," pungkasnya.