search

Advetorial

Stunting SamarindaMengenal StuntingPemkot Samarinda

Penambahan Kasus Stunting Ternyata Berkaitan Erat dengan Penyakit Ini

Penulis: Nelly Agustina
Kamis, 04 Mei 2023 | 139 views
Penambahan Kasus Stunting Ternyata Berkaitan Erat dengan Penyakit Ini
Kepala UPTD Puskesmas Sempaja Irama

Samarinda, Presisi.co – Keterkaitan antara penyakit bawaan dan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan anak kerap kali ditemui pada banyak temuan kasus stunting.

Seperti pemberitaan sebelumnya kasus stunting diakibatkan penyakit menular seksual yang diidap sang ibu sejak masa kandungan juga mengakibatkan stunting di Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang.

Terdapat juga korban anak meninggal dengan dikarenakan stunting di Samarinda seberang dikarenakan penyakit bawaan yaitu Tuberculosis yang mengakibtkan anak tidak nafsu makan dan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan anak.

Pada Kelurahan Sempaja Selatan melalui Kepala UPTD Puskesmas Sempaja Irama mengatakan juga terdapat temuan stunting dikarenakan TBC karena ditularkan oleh pamannya yang tinggal satu rumah dengan anak.

Kasus TBC juga salah satu perhatian penting dan dibahas secara nasional dikarenakan berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada 2022 Negara Indonesia menempati urutan kedua setelah India.

Tercatat, ada sekitar 969 ribu kasus TBC di Indonesia. Dari angka tersebut, jumlah kematian sebanyak 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Sedangkan di Samarinda menurut data tahun 2022, ada 3.706 kasus TBC yang terdeteksi oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda.

TBC merupakan penyakit menular disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang biasanya menyerang paru-paru (sistem pernapasan). Akan tetapi, tidak jarang pula bakteri ini menyerang dan memengaruhi bagian tubuh atau organ lainnya.

Penyakit TBC tidak hanya menyerang orang tua saja. Dalam beberapa kasus juga menyerang anak yang sedang dalam masa-masa keemasan pertumbuhan. Seperti halnya yang terjadi pada kasus anak di Kota Samarinda.

“Salah satu anak usia bawah dua tahun (baduta) yang stunting, ternyata menderita TBC. Apabila tidak ditangani, masalah yang mendasar ini. Mau menerima sebanyak apapun (makanan), dia tidak akan bisa terlepas dari stunting,” ungkap Irama.

Apabila merujuk pada kasus anak pengidap TBC dan stunting. Ternyata keduanya tidak dapat dipisahkan justru menimbulkan dampak yang signifikan. Anak-anak pengidap TBC bisa memicu stunting dan begitupun sebaliknya, anak-anak stunting bisa meningkatkan kemungkinan TBC laten (tanpa gejala) menjadi TBC aktif.

Salah satu faktor risiko dari TBC, dengan adanya gangguan gizi yang akhirnya menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi dan status gizi merupakan faktor penting bagi terjadinya infeksi.

“Setelah anak ini diperiksa ternyata TBC. Rupanya karena ada kontak dengan orang tuanya. Dia sudah batuk lama dan setelah di PCR ternyata positif. Jadi itu harus diobati dulu penyakit yang mendasarinya,” jelasnya.


Namun, terdapat beberapa kendala yang menghambat pencegahan stunting dalam hal ini adalah ketersediaan obat TBC untuk anak yang sering kosong, sehingga perlu mengambil dari puskesmas lainnya.

“Sampai sekarang obat TBC untuk anak masih kosong. Bagaimana kita bisa mengatasinya?” keluhnya.
Maka, baiknya kata Irama obat TBC untuk anak juga harus disediakan di setiap puskesmas, jika terdapat hal yang mendesak seperti temuan di Puskesmas Sempaja dapat segera didampingi secara intensif.

“Keduanya berkaitan, tidak dapat diabaikan,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi