search

Daerah

Kenaikan Pajak di BalikpapanNurhadiEkonom UnmulPurwadi

Nurhadi dan Ekonom Unmul Warning Kenaikan Pajak di Balikpapan

Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 0 views
Nurhadi dan Ekonom Unmul Warning Kenaikan Pajak di Balikpapan
Sekertaris Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi (kiri), Ekonom Unmul Purwadi (Kanan). (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Balikpapan mulai menimbulkan keresahan publik.

Sorotan tajam tidak hanya datang dari pengamat ekonomi, tetapi juga dari Sekretaris Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi, yang memberikan peringatan keras kepada Pemerintah Kota Balikpapan agar tidak gegabah menjalankan kebijakan tersebut.

Dalam wawancara khusus, Nurhadi mengungkapkan bahwa DPRD Provinsi memang tidak memiliki kewenangan langsung terhadap kebijakan PBB di kota/kabupaten.

Namun, sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Balikpapan, ia merasa bertanggung jawab menyuarakan keresahan konstituennya.

“Kenaikan PBB ini awalnya mencuat dari laporan warga dan media. Salah satu kasus di Balikpapan Utara, pajak yang semula hanya Rp300 ribu tiba-tiba melonjak jadi Rp9,5 juta. Lalu kami cek juga di Balikpapan Timur, dari Rp500 ribu jadi Rp12,9 juta. Itu sekitar 2.500 persen kenaikannya. Ini sangat tidak masuk akal,” ungkap Nurhadi dalam sambungan seluler pada Kamis 21 Agustus 2025.

Ia menambahkan, laporan dari para Ketua RT yang menjadi perantara penyebaran dokumen PBB di lapangan menunjukkan pola lonjakan yang masif dan terjadi di banyak titik, tidak terbatas hanya di zona komersial sebagaimana klaim Pemkot.

Harus Ada Transparansi dan Penjelasan Resmi

Menurut Nurhadi, hingga kini Komisi II belum menerima informasi pasti dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Balikpapan soal dasar perhitungan kenaikan ini.

“Kami tidak bisa menerima jawaban bahwa ini hanya kesalahan input atau salah catat. Kalau hanya satu atau dua kasus, bisa dianggap kesalahan teknis. Tapi ini masif. Harus dijelaskan, apakah karena kenaikan NJOP, zonasi baru, atau memang ada kebijakan khusus? Dan yang terpenting mengapa kenaikannya sedrastis itu” tegasnya.

Ia juga menyinggung pentingnya menjaga stabilitas sosial di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih.

Kenaikan pajak yang tidak dibarengi transparansi bisa memunculkan kecurigaan, ketidakpercayaan, bahkan konflik.

“Kita tidak mau ada kejadian seperti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Di sana, baru wacana kenaikan PBB saja sudah ditolak keras warga. Jangan sampai Balikpapan mengalami hal yang sama. Pemerintah kota harus responsif dan DPRD Balikpapan harus cepat tanggap,” ucapnya mengingatkan.

Kritik dari Ekonom: Kenaikan Pajak Bukan Solusi Jangka Panjang

Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, juga mengecam kebijakan kenaikan pajak ini yang dinilai tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat.

“Ini cara paling gampang dan tradisional. Pemerintah perlu strategi yang lebih kreatif untuk meningkatkan PAD, bukan langsung membebani masyarakat lewat pajak,” ujarnya.

Purwadi menilai, dengan kondisi daya beli yang masih lemah, kenaikan pajak justru bisa mempercepat tekanan ekonomi masyarakat bawah.

Hal ini juga bisa berdampak pada naiknya harga barang dan jasa akibat beban biaya yang ditanggung sektor usaha kecil menengah.

Tiga Faktor Pemicu Kenaikan PBB-P2

Kebijakan kenaikan PBB di Balikpapan secara resmi mengacu pada Perda No. 8 Tahun 2023, dan dilaksanakan melalui Perwali No. 1 Tahun 2025.

Pemerintah kota menyatakan bahwa kenaikan tarif dilakukan secara selektif dan menyasar properti non-perumahan. Namun data lapangan menunjukkan sebaliknya.

Dari berbagai sumber, kenaikan ini diyakini didorong oleh tiga faktor utama:
1. Penyesuaian NJOP
Sejumlah wilayah mengalami peningkatan nilai jual tanah karena geliat pembangunan menuju Ibu Kota Nusantara (IKN), yang mendorong spekulasi harga tanah.
2. Optimalisasi PAD
Pemerintah kota menargetkan pendapatan daerah yang lebih besar untuk menopang pembangunan infrastruktur dan layanan publik tahun 2025.
3. Zonasi Pajak Baru
Beberapa wilayah yang sebelumnya belum dikategorikan aktif pajak, kini dimasukkan sebagai objek pajak berdasarkan pembaruan pemetaan.

Alternatif PAD: Jangan Hanya Andalkan Pajak

Nurhadi maupun Purwadi sama-sama menyoroti perlunya Pemkot Balikpapan menggali sumber PAD alternatif seperti:
• Penguatan Perusda (Badan Usaha Milik Daerah)
• Optimalisasi pengelolaan aset daerah
• Kemitraan investasi sektor publik-privat

“Balikpapan itu gerbang utama Kaltim. Banyak aset yang bisa dikelola untuk jadi sumber pendapatan tanpa membebani rakyat. Tapi harus ada kemauan politik dan profesionalisme dalam pengelolaan,” kata Purwadi.

Kekhawatiran terbesar, menurut Nurhadi, bukan sekadar soal angka rupiah dalam tagihan pajak, melainkan potensi ketidakstabilan sosial akibat minimnya komunikasi publik.

“Kebijakan ini bersentuhan langsung dengan dapur masyarakat. Jika tidak ditangani dengan cepat dan transparan, bisa muncul spekulasi liar dan gesekan sosial. Ini yang harus dihindari,” tutupnya.