KontraS Desak Presiden Tegur Bawahan yang Berusaha Menyeret TNI ke Ranah Sipil
Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 04 Oktober 2022 | 956 views
Presisi.co - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan moratorium kebijakan dan mengevaluasi permasalahan yang ada pada tubuh kemiliteran. Desakan tersebut merujuk pada catatan satu tahun terakhir peran dan fungsi TNI, tepat menjelang HUT Indonesia ke-77.
KontraS menilai, TNI harus profesional dalam menyelesaikan tugas pokoknya. Yakni sektor pertahanan sesuai amanat Undang-undang TNI.
"Presiden juga harus menegur bawahannya yang terus berupaya untuk menyeret kembali TNI masuk ke ranah sipil," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, Selasa, 4 Oktober 2022. Dikutip dari Suara.com, jejaring Presisi.co.
Sepanjang periode Oktober 2021 hinga September 2022, KontraS menilai fenomena militerisme marak terjadi di masyarakat. Banyak anggota militer aktif maupun maupun purnawirawan TNI yang duduk dalam jabatan stategis, yang seharusnya ditempati oleh masyarakat sipil.
Temuan selanjutnuya, langkah menjadikan masyarakat sipil berwatak militer. Hal itu tercermin dengan pengaktifan komponen cadangan berdasar Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) dan Resimen Mahasiswa menjadi komponen pertahanan.
Alhasil, KontraS mendesak Menteri Pertahana, Prabowo Subianto, untuk menghentikan segala aktivitas yang dilakukan oleh Komcad. Pasalnya, proses uji materi terhadap UU PSDN masih berjalan di Mahkamah Konstitusi. Kehadiran Komcad berpotensi menghadirkan konflik di tengah-tengah masyarakat. Ketimbang memiliterisasi sipil, lanjut dia, lebih baik TNI memperkuat kelembagaan dan melakukan modernisasi alutsista.
"Menteri Pertahanan RI untuk menghentikan segala aktivitas yang dilakukan oleh Komcad karena proses uji materi terhadap UU PSDN masih berjalan di Mahkamah Konstitusi," ucap dia.
KontraS juga meminta kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk menyusun strategi guna memutus rantai kekerasan yang dilakukan oleh para prajurit terhadap masyarakat. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan antarsatuan tingkatan, ucapnya, harus ketat untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran. Para pelaku kekerasan harus bertanggung jawab lewat mekanisme hukum yang transparan dan akuntabel agar memantik efek jera.
KontraS berpendapat bahwa wacana yang terdapat dalam kurun waktu setahun terakhir, mengindikasikan Indonesia kembali ke jurang militerisme. Salah satu penanda hal tersebut adalah menguatnya peran militer untuk mengokupasi ruang sipil.
Fatia mengatakan, hal tersebut harus dijadikan sebagai masalah serius institusi, khususnya dalam hal profesionalitas TNI dalam kerangka negara demokrasi.
"Begitupun dalam konteks militerisasi sipil, berbagai metode yang tak relevan harus dihentikan karena justru kontraproduktif terhadap agenda penguatan pertahanan." (*)