Penulis: Redaksi Presisi
Sabtu, 14 Mei 2022 | 344 views
Samarinda, Presisi.co - Di level nasional, Gubernur Kaltim Isran Noor menghimpun dukungan dari sejawatnya.Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) pada 9-10 Mei 2022, dia meminta pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM agar mengembalikan kewenangan perizinan minerba ke daerah.
"Serahkan saja ke gubernur perizinan ini, bukan hanya batu bara. Serahkan saja keseluruhannya itu, percayakan saja minerba itu ke gubernur," seru Gubernur Isran Noor.
Penyelenggaraan otonomi daerah bagi pemerintah provinsi hingga kabupaten dan kota perlu pengakuan dan penguatan oleh pemerintah pusat.
Seperti pelayanan publik untuk kemudahan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi semangat otonomi daerah, termasuk pemberian perizinan minerba yang dilimpahkan kewenangannya ke tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Namun setelah terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan minerba juga peraturan turunannya, menurut para kepala daerah (gubernur) dirasakan telah merugikan negara bahkan menghilangkan wibawa pemerintahan.
Isran Noor pun sebelumnya menyebutkan bahwa setelah adanya UU Minerba yang baru, situasi illegal mining atau pertambangan tanpa izin semakin parah. Hal ini pun telah dia sampaikan ke legislator. Ada harapan pengaturan pertambangan batu bara yang lebih baik bisa tercantum Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2022. Tetapi sayangnya setelah Perpres disahkan, ternyata harapan jauh panggang daripada api.
“Perpres itu mohon maaf. Apakah ini salah ya. Saya khawatir, jangan-jangan Pak Jokowi salah tanda tangan. Judulnya minerba, tapi isinya galian C," ungkap dia di hadapan para gubernur.
Kewenangan untuk perizinan, pengawasan, dan penindakan tambang batu bara kembali ke pemerintah daerah memang didorong. Sebab, masalah tambang batu bara tak cuma soal mereka yang tak berizin. Sebab, yang berizin pun punya segudang masalah. Masyarakat lokal yang terdampak langsung pun, harusnya punya hak yang diakses dengan mudah untuk mengawasi pertambangan.
Sebab, meski berstatus legal, tak juga semua perusahaan tambang menjalankan penambangan sesuai aturan. Dalam Program Penilaian Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Tahun 2020-2021 yang dilakukan Pemprov Kaltim, dari 91 perusahaan batu bara, hanya dua yang emas, 15 hijau, dan 51 biru. Sedangkan, yang rapor merah ada 19 dan rapor hitam 4 perusahaan. Ketika kekayaan Kaltim dikeruk, atas seizin pemangku kepentingan di Jakarta yang tak merasakan banjir dan longsor, Kaltim juga harus menerima pil pahit dana bagi hasil tak seperti yang dikeruk. Hadi Mulyadi mengeluhkan APBD Kaltim paling tinggi itu pada 2012, sebanyak Rp 15 triliun. Hingga sekarang tak pernah lagi. Tahun ini pun hanya Rp 12 triliun.
"Ditotal sama dana alokasi khusus (DAK) dan sebagainya paling Rp 22-23 triliun saja. Sedangkan di Jawa bisa ratusan triliun. Kita pernah ajukan soal kenaikan DBH, tapi ditolak MK. Sekarang lagi diperjuangkan di UU HKPD (Undang-Undang 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah)," jelas dia.
Sementara, di Kaltim ada 30 PKP2B yang mengeruk Kaltim. Belum termasuk pemegang izin usaha pertambangan. Akses informasi terkait PKP2B di Kaltim pun susah ditembus.
"Jadi memang tidak ada komunikasi yang baik. Ini harus kita gugat. Artinya bukan apa-apa, kita terlalu banyak memberikan ke negara. Tahun 2021 kamu tahu? Ekspor terbesar setelah Jabar (Jawa Barat) adalah Kaltim, ini luar biasa kita membantu negara, tapi kembali ke kita kok tidak memadai," keluhnya.
Maka dari itu, menurutnya wajar jika Isran meminta persentase pembagian DBH-nya 50-50. "Itu tergantung lobi-lobinya, yang jelas kita sudah pernah melakukan dua kali di zaman Pak Awang, siapa tahu dengan pak Isran lebih mantap lagi, insyaallah. Ada dukungan provinsi lain. Kalau dulu kita tidak bersama-sama," jelasnya. (Zk/adv/diskominfokaltim)