Disperindagkop Kaltim Studi Banding Bisnis Olahan Cokelat ke Sulawesi Tengah
Penulis: Putri
Sabtu, 05 Juni 2021 | 749 views
Palu, Presisi.co - Kota Palu punya Rumah Cokelat. Diresmikan Menteri Perindustrian Saleh Husin pada 2015 lalu. Wilayah ini terkenal dengan olahan cokelat. Bahkan makanan manis buatan warga lokal ini sudah pernah dicoba orang Prancis di Paris pada 2019.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulawesi Tengah, Richard Arnaldo, Jumat 4 Juni 2021. Rumah Cokelat ini, sebutnya, biji cokelat petani diolah menjadi produk setengah jadi. Berupa blok-blok coklat. "Ada alat produksi di sini. Beberapa standarisasi kami pelajari dari Swiss dan olahan cokelat kami sudah diakui enak oleh orang Prancis ketika kami berkunjung ke Paris," ucap Richard.
Produksi cokelat blok yang dilakukan di Rumah Cokelat bisa sampai 70 kilogram per hari. Blok cokelat berbentuk setengah jadi. Alias belum terasa manis. Kemudian, industri kecil dan menengah (IKM) Sulteng akan mengolah kembali.
Menurut Richard, IKM biasanya mengolah menjadi cokelat batangan berbagai rasa dan varian, juga membuat brownies. "Tergantung kreativitas IKM. Ada juga produk mereka yang dipajang di sini agar bisa dibeli konsumen," katanya.
Bangunan Rumah Cokelat sempat rusak karena gempa dan tsunami pada 2018. Kemudian direnovasi pada 2019. Menggunakan dana dari pemerintah pusat dan daerah. APBN senilai Rp 800 juta dikucurkan untuk membeli dua mesin produksi baru. Sedangkan dari APBD Sulteng untuk memperbaiki infrastruktur.
Biasanya ada kunjungan dari pelajar SD, SMP dan SMA Sulteng. Makanya Rumah Cokelat menyediakan home theater untuk edukasi. Lalu ada ruang produksi yang sudah dihalangi kaca, agar para siswa-siswi bisa melihat secara jelas tahap-tahap pembuatan.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kaltim Muhammad Yadi Robyan Noor tertarik untuk bersinergi dengan pelaku IKM di Sulteng.
Menurut Robyan, semua daerah menginginkan integrasi hulu ke hilir. Sulteng diakui Robyan telah sukses memproduksi cokelat.
Ia menegaskan pembelajaran dari kunjungan ini akan diterapkan. Diyakini, manfaat ekonomi akan lebih terasa. Seperti peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan penyerapan tenaga kerja. "Mulai dari sentra kakao di hulu, hingga pengolahan cokelat di hilir. Masing-masing pasti menyerap tenaga kerja yang cukup banyak," ulas Robyan. (*)