Penulis: Jeri Rahmadani
Senin, 11 Januari 2021 | 1.234 views
Samarinda, Presisi.co – Wastra Nusantara menjadi topik pembuka Virtual Kaltim Fest pertama yang digelar oleh Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur pada Minggu (10/1/2020) kemarin.
Diskusi mengenai pemanfaatan wastra sebagai kain tradisional yang sarat akan makna dan menjadi ciri khas daerah di Nusantara, menghangatkan rangkain agenda yang digelar Dispar sekaligus memperingati HUT Kaltim ke-64.
Walau digelar secara virtual melalui aplikasi Zoom, masing-masing narasumber yang hadir yaitu Kadispar Kaltim Sri Wahyuni dan Founder Borneo Fashion Bration, Anas Magfur mengupas habis keberadaan wastra yang banyak dimiliki Kaltim selama ini.
Seperti yang dikatakan Sri Wahyuni, tak sedikit karya pengrajin Kaltim yang menembus pasar lokal hingga internasional. Dengan dua pendekatan yakni konservasi dan pengembangan diyakininya akan menambah daya tarik wastra sebagai potensi ekonomi kreatif, khususnya dalam menyambut ibu kota negara (IKN) di Kaltim
“Misalnya, Ulap Doyo. Itu serat aslinya tak boleh dihilangkan. Tetapi untuk kebutuhan industri dengan teknologi serta proses adaptasi agar wastra itu bertahan lama dalam fashion, perlu keterbukaan dan keahlian pengembangannya,” terangnya.
“Kalau (wastra) yang asli tidak bisa dimodifikasi, akan terbatas pengembangannya,” lanjutnya.
Kendati demikian, Sri lanjut menggaris bawahi dua pendekatan yang ia jelaskan harus tetap memperhatikan identitas wastra itu sendiri dalam produk fashion yang dikembangkan.
“Tidak nanti orang mengenal wastra Kaltim adalah wastra yang sudah di modifikasi. Jadi konservasi dan pengembangannya tidak boleh jalan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Hal senada turut ditambahkan Anas. Menurutnya, otentikasi wastra di kalangan desainer merupakan hal utama yang harus dijaga. Bahkan hingga saat ini, keaslian Ulap Doyo yang dimplementasikan dalam tiap produk fashion desainer lokal masih diambil dari para penenun tradisional.
“Asli memang lebih bagus. Tapi untuk menjawab kebutuhan pasar, dilihat dari daya beli masyarakat. Dan kemampuan untuk membeli patut dipertimbangkan,” terangnya.
Lama berkecimpung sebagai seorang desainer, kepekaan menilai wastra yang cocok diimplementasikan dalam busana sangat menentukan dalam bisnis fashion bermotif kebudayaan.
“Saya terinspirasi dari kayu ulin yang banyak tumbuh di hutan Kalimantan. Ya sesederhana itu. Tanggung jawab kita untuk mengenalkan dan mengembangkan kain tersebut,” lugasnya.