search

Daerah

Intimidasi PewartaKebebasan PersPolresta SamarindaAJIPWI Kaltim

Jadi Korban Intimidasi Diduga Aparat, Lima Pewarta Samarinda Resmi Melapor ke Propam

Penulis: Redaksi Presisi
Sabtu, 10 Oktober 2020 | 640 views
Jadi Korban Intimidasi Diduga Aparat, Lima Pewarta Samarinda Resmi Melapor ke Propam
PWI Kaltim dan AJI Balikpapan saat mendampingi lima pewarta di Samarinda melapor intimidasi diduga aparat ke Propam. (istimewa)

Samarinda, Presisi.co - Lima pewarta Samarinda yang menerima intimidasi diduga aparat resmi melapor ke Propam Polresta Samarinda, didampingi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim pada Sabtu (10/10/2020).

Kelima pewarta yakni Samuel Gading (Lensa Borneo), Mangir (Disway Nomorsatu Kaltim), Kiky (Kalimantan TV), Yuda Almeiro (IDN Times, dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim), melaporkan tindak represif diduga aparat saat meliput jalannya aksi lanjutan tolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Mapolresta Samarinda pada Kamis (8/10/2020) malam. 

“Karena kami menilai, saat rekan korban menceritakan kronologi, ada dugaan penganiayaan. Bahwa itu terbukti atau tidak, itu kita lihat dari hasil pemeriksaan nanti,” terang Sabir Ibrahim, kuasa hukum para korban.

Laporan ini sendiri disebut Sabir, sesuai sesuai Pasal 18 UU Nomor 40/1999 tentang Pers Jo Pasal 335 (1) dan Pasal 351 (1) KHUP tentang Penganiayaan. Setelah pelaporan ini, selanjutnya para korban akan dipanggil pada Senin (12/10/20) untuk membuat berita acara.

Sederet barang bukti tindakan represif oknum aparat berupa foto hingga video juga telah siap.

“Mereka berlima mengalami kejadian yang berbeda-beda. Tapi mereka berlima semuanya merekam video dengan titik yang berbeda. Jadi, video mereka masing-masing ini lah yang akan disampaikan,” tutur Sabir, Kuasa Hukum dari Jaringan Advokasi Masyarakat (JAM) Borneo ini.

AJI berkomitmen mendampingi para jurnalis hingga mereka mendapat hak-haknya.
Pelaporan sebagai upaya memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Apalagi, kasus kekerasan yang dialami lima jurnalis bukan yang pertama di Kaltim. Selama ini, kasus kerap berakhir permintaan maaf.

Tetapi, hal ini kerap terulang. Untuk itu, para korban juga berhak menuntut haknya sebagai warga negara dan jurnalis yang pekerjaannya sudah dijamin oleh undang-undang.

Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.

Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Yakni “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta”. “Setiap orang” dalam pasal itu juga termasuk polisi.

Sepanjang April 2019-Mei 2020, AJI mencatat ada 31 kasus yang dilakukan oleh anggota Polri. Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu. Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI mencatat ada 785 jurnalis jadi korban kekerasan.

Kekerasan fisik nangkring di nomor satu kategori jenis kekerasan (239 perkara); disusul pengusiran/pelarangan liputan (91); dan ancaman teror (77). Dalam ranah pelaku, 65 orang merupakan anggota polisi, 60 massa, dan 36 orang tidak dikenal.

AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.