search

Berita

ibu kota negarajatampradarma rupangwalhi kaltimibu kota baru buat siapaalasan dibalik penolakan ikn

Jaringan Sipil Tolak Perpindahan IKN ke Kaltim, Ibu Kota Baru untuk Siapa ?

Penulis: Presisi 1
Selasa, 17 Desember 2019 | 1.303 views
Jaringan Sipil Tolak Perpindahan IKN ke Kaltim, Ibu Kota Baru untuk Siapa ?
Jaringan sipil lintas organisasi saat menggelar konferensi pers Ibu Kota Baru Buat Siapa di Salmont Coffee Expert, Samarinda. Selasa (17/12)

Presisi- Rencana perpindahan ibu kota negara (IKN) harus diakui memantik pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, baik itu organisasi kemasyarakatan, akademisi dan tokoh masyarakat.

Seperti yang terungkap dalam peluncuran kajian bersama oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Pokja 30, Pokja Pesisir dan Nelayan, Trend Asia dan Forest Watch Indonesia (FWI) di Salmont Coffee Expert, Samarinda pada Selasa (17/12) siang.

Sebuah tanda tanya besar, ibu kota baru buat siapa disebut Dinamisator JATAM Kaltim Pradarma Rupang sebagai narasi tandingan menolak rencana perpindahan IKN ke Provinsi Kalimantan Timur, sekaligus menjadi highlight judul publikasi bersama yang disampaikannya.

“Pertama, kami menyerukan untuk mencabut keputusan dan membatalkan pemindahan ibu kota negara (IKN) dengan cara memprioritaskan APBN untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kemudian, pulihkan krisis sosial ekologi yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur,” ungkapnya.

Adanya indikasi transaksi terhadap 162 pemilik lahan konsesi baik berupa konsesi tambang, kehutanan dan perkebunan sawit di lokasi pembangunan IKN, dikhawatirkannya sebagai maksud terselubung megaproyek yang akan menyedot hingga ratusan trilliun, duit APBN.

“Jika alasan utama (perpindahan IKN) hanya untuk pemerataan, jauh lebih baik Rp 446 trilliun rencana anggaran perpindahan IKN itu disebarluaskan ke masing-masing provinsi,” tegasnya.

Dia menambahkan, hingga saat ini agenda perpindahan IKN sendiri, tidak menyentuh pada inti persoalan yang meliputi tantangan, peluang dan harapan masyarakat. Apalagi, sambungnya, wacana perpindahan IKN ini sendiri diumumkan oleh Jokowi pada 26 Agustus 2019 lalu, tanpa terlebih dahulu membuka ruang diskusi publik.

“Sejak awal, transaksi terjadi bukan kepada rakyat melainkan pada pemilik konsesi. Kami menduga, perusahaan-perusahaan itulah yang malah akan diuntungkan dan menjadi target transaksi negosiasi pemerintah, termasuk potensi pemutihan lubang-lubang bekas tambang yang seharusnya direklamasi,” tegasnya.

Berdasarkan hasil kajian yang dilaksanakan selama lebih dari tiga bulan oleh koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan.

Terungkap sejumlah nama yang berpotensi menjadi penerima manfaat atas megaproyek ini yaitu para politisi nasional dan lokal beserta keluarganya yang memiliki konsesi industri ekstraktif yakni tambang batu bara, sawit, kayu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan PLTA skala raksasa serta pengusaha properti.

Ketiga ring kawasan IKN yang keseluruhannya mencapai 180.965 hektar disebut bukan sebagai ruang kosong. Terdapat 162 konsesi pertambangan, kehutanan, sawit, PLTU batu bara hingga properti. Sebanyak 158 dari 162 konsesi ini adalah konsesi batu bara yang masih menyisakan 94 lubang tambang menganga.

Nama-nama tenar dalam bentang politik Indonesia ada di balik kepemilikan konsesi perusahaan tersebut. Diantaranya, Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo yang merupakan adik dari Prabowo Subianto. Juga ada Rheza Herwindo, anak Setya Novanto.  Nama Lim Hariyanto dan Rita Indriawati yang terkait dengan skandal pelarian pajak dalam dokumen ICIJ dan terkait dengan bisnis Yayasan Keluarga Besar Polri Brata Bhakti juga muncul dalam daftar kepemilikan saham. Ada juga Thomas Aquinas Muliatna Djiwandono bendahara Partai Gerindra dan keponakan Prabowo Subianto, juga nama Yusril Ihza Mahendra serta masih banyak nama lainnya.    

“Korporasi dan oligark punya kesempatan pertama untuk memastikan investasi mereka aman dan bersiasat dengan megaproyek IKN. Sebaliknya, suara masyarakat asli Suku Paser Balik diabaikan setelah ruang hidup mereka dirampas oleh PT ITCI saat masuk kawasan tersebut tahun 1960-an,” ujar Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional.