search

Berita

Kawal DemokrasiBawaslu KaltimMasyarakat Sipil Kaltim Kalimantan Timur

Bawaslu dan Masyarakat Sipil Kaltim Sepakat Perkuat Gerakan Kolektif Kawal Demokrasi

Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 0 views
Bawaslu dan Masyarakat Sipil Kaltim Sepakat Perkuat Gerakan Kolektif Kawal Demokrasi
Agenda Bawaslu dalam Penguatan Demokrasi. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Menguatnya pengaruh oligarki dan menurunnya kepercayaan publik terhadap politik mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Timur mencari cara baru menjaga demokrasi.

Alih-alih bekerja sendiri, lembaga ini menggandeng masyarakat sipil untuk membangun gerakan bersama menjelang Pemilu 2029.

Langkah tersebut diwujudkan melalui forum diskusi bertajuk “Penguatan Demokrasi: Konsolidasi Gerakan Masyarakat Sipil Mewujudkan Sinergitas Pengawasan Pemilu 2029” yang digelar di Samarinda, Kamis 23 Oktober 2025.

Kegiatan ini mempertemukan berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis, hingga budayawan.

Salah satu narasumber, akademisi UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Azhar Pagala, menyebut korupsi dan oligarki sebagai dua penyakit utama yang terus menggerogoti nilai-nilai demokrasi.

“Sebesar apa pun kekuatan lembaga pengawas, tanpa dukungan masyarakat yang aktif, pengawasan pemilu akan kehilangan makna,” ujar Azhar.

Pandangan senada disampaikan budayawan dan pegiat demokrasi Romo Roedy, yang menilai demokrasi Indonesia kini berada dalam situasi anomali.

Menurutnya, kekuatan oligarki telah menancapkan pengaruh mendalam dalam kebijakan publik dan perekonomian, termasuk di Kalimantan Timur.

“Industri ekstraktif di Kaltim adalah contoh nyata. Warga menghadapi bencana ekologis dan ketimpangan sosial, sementara janji kesejahteraan hanya menjadi retorika,” ucapnya.

Dari kalangan akademisi, Herdiansyah Hamzah dari Universitas Mulawarman menegaskan pentingnya keterlibatan aktif gerakan masyarakat sipil.

Ia menilai, tugas menjaga demokrasi tak bisa dibebankan sepenuhnya kepada lembaga penyelenggara pemilu.

“Demokrasi tak cukup dijaga oleh Bawaslu atau KPU. Tanpa keterlibatan masyarakat sipil yang kuat, sulit menandingi dominasi kekuasaan, termasuk aparat dan militer,” tegas Herdiansyah.

Menutup diskusi, Castro, akademisi sekaligus aktivis demokrasi, mengusulkan pembentukan sekretariat bersama masyarakat sipil sebagai simpul gerakan kolektif untuk memperkuat pengawasan dan pendidikan politik di daerah.

“Demokrasi tidak berhenti di bilik suara. Ia harus hidup sebagai kesadaran bersama untuk menjaga kedaulatan rakyat,” ujarnya. (*)

Editor: Redaksi