search

Daerah

Sungai Karang MumusHari Jalan Kaki nasional

Kilas Sejarah Sungai Karang Mumus: Perjalanan di Hari Jalan Kaki Nasional

Penulis: Giovanni Gilbert Anras
1 hari yang lalu | 105 views
Kilas Sejarah Sungai Karang Mumus: Perjalanan di Hari Jalan Kaki Nasional
Suasana peserta saat menyusuri tepi Sungai Karang Mumus. (Presisi.co/Gio)

Samarinda, Presisi.co - Dalam rangka memperingati Hari Jalan Kaki Nasional pada 22 Januari 2025, kawan-kawan dari susurgangsamarinda menyusuri jalan sekitar Sungai Karang Mumus.

Kali ini, susurgangsamarinda berkolaborasi dengan Tarekat Menulis Samarinda, mengajak para peserta untuk kembali mengingat apa sih sebenarnya fungsi dari sungai tersebut.

Sebelum berangkat untuk berjalan, Presisi.co yang juga ikut serta dengan sebelas orang lainnya, mendengarkan kilas balik dari sejarah Sungai Karang Mumus di Pangkalan Pungut Gerakan Memungut Sehelai Sampah - Sungai Karang Mumus Jalan Jl. Abdul Muthalib.

"Kenapa di karang mumus?," tanya Yustinus Sapto Harjanto sebagai pemandu rute berjalan kali itu.

Sungai Karang Mumus merupakan salah satu warisan kebudayaan dan kejayaan dari kota yang sampai dijuluki Kota Tepian. Mas Yus, sapaannya, menceritakan kalau sekitaran bibir sungai tersebut, dulunya merupakan permukaan elit yang rata-rata penduduknya memiliki rumah apung dan rumah panggung.

Namun, keberadaannya perlahan menghilang dikarenakan terjadinya modernisasi di lokasi tersebut. Mulai dari pembangunan turap, jalan yang disemenisasi dan lain halnya.

Pinggiran Sungai Karang Mumus yang awalnya menjadi tempat pemukiman warga yang cukup strategis, juga sempat menjadi pemukiman kumuh.

"Pinggiran sungai yang awalnya menjadi tempat premium menjadi Slump area. Makanya banyak masyarakat yang dipindahkan dari tepi sungai itu," katanya.

Selain itu, Sungai Karang Mumus juga disulap sebagai 'penangkal banjir'. Itulah alasan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk mensterilkan tepi sungai dan memperlebar luasan sungai tersebut.

Tak hanya sebagai sebatas saksi bisu dari kemajuan Samarinda, Sungai Karang Mumus merupakan salah satu tempat sumber air bersih untuk masyarakat.

"Samarinda tidak akan pernah kehabisan air bersih kalau kualitas kuantitas kontinyuitas antara musim hujan dan kemarau stabil. Tidak terlalu kotor, terlalu banyak air pada musim hujan dan tidak terlalu sedikit air saat kemarau," jelasnya.

Selepas bercerita, sekitar setengah lima sore kami pun mulai berjalan untuk menyusuri tepi sungai tersebut. Dari titik kumpul, kami berjalan kaki menyusuri 7 jembatan di Sungai Karang Mumus bagian hilir.

Rencananya, jembatan yang akan dilewati adalah Jembatan Baru, Jembatan Lambung, Jembatan Kehewanan, Jembatan Arif Rahman Hakim, Jembatan Sungai Dama, Jembatan S dan Jembatan 1.

Walaupun cuaca sempat mendung, kami bersyukur tidak hujan. Sehingga kami dapat menikmati suasana tepi sungai sembari bercerita dan bercanda sepanjang jalan.

Belum jauh meninggalkan pangkalan pungut, kami dikejutkan dengan penampakan gedung baru di tepi Sungai Karang Mumus. Gedung yang nampaknya baru diresmikan itu adalah Kantor Kelurahan Sungai Pinang Luar.

Kami pun melihat sisi Sungai Karang Mumus dari Jembatan Kehewanan hingga Jembatan Baru sampai Jembatan Niaga terlihat bersih, karena bangunan di tepi sungai dibongkar dan disingkirkan. Namun dibagian lain justru dibangun gedung baru.

Mas Yus sempat bilang, kalau bangunan di titik itu dibersihkan akan tersisa ruang yang cukup besar untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau. Apalagi ruang terbuka hijau mulai dari Jembatan Lambung hingga Jembatan Baru di bagian sisi Jalan Tarmidi tidak begitu luas.

Karena hanya lewat, kami tak bisa merekam perubahan cara warga memandang sungainya. Dan sampailah kami ke ujung Jembatan Lambung lalu melintas di atasnya dan turun untuk kembali menyusuri Jalan Tarmidi menuju Jembatan kehewanan.

Setelah melintasi Jembatan Kehewanan, kaki kami langkahkan menuju gang yang akan melewati Majelis Sholawat Guru Udin. Nama gangnya kalau tak salah Gang Sholawat.

Di Area ini, jalanan tepi sungai dan Ruang Terbuka Hijau tidak begitu terlihat dengan jelas. Gang seperti menjadi halaman rumah orang-orang. Mobil berjejer di parkir, bahkan ada parkiran yang diberi atap di pinggir sungai. Dan diatasnya digantung nomor plat mobil yang boleh parkir disitu. Seperti parkir berlangganan.

Dan menjelang Jembatan Arif Rahman Hakim ada kedai atau café di tepian sungai, cukup estetik karena dirias dengan gaya ala-ala Bali.

Setelah melewati lorong pemukiman, kamipun sampai di Jembatan Arief Rahman Hakim dan menyeberangi lalu turun ke Jalan Muso Salim. Sudah terlihat kesibukan di sepanjang Jalan Muso Salim pada sisi antara jalan dan sungai. Para pemilik warung atau kedai mempersiapkan dagangan.

Menjelang petang sepanjang jalan ini akan dipenuhi oleh lapak-lapak pedagang menjajakan makanan dan minuman . Pada ruang yang seharusnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau itu para pengunjung nongkrong menghabiskan malam.

Rata-rata permukaan tanahnya sudah mengalami perkerasan, disemen agar tempat duduk enak ditata, dan juga lesehannya nyaman diduduki.

Sambil melihat para pedagang bersiap, tak terasa kami sudah sampai ke ujung jalan Muso Salim tempat kami akan berbelok untuk menyeberangi Jembatan Sungai Dama yang arus lalu-lintasnya cukup ramai.

Jembatan Satu konon merupakan jembatan pertama di atas Sungai Karang Mumus. Dibuat di masa Hindia Belanda dengan tujuan untuk memperluas wilayah Kota Samarinda. Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan Sungai Karang Mumus tidak selebar saat ini.

Usai berfoto kami pun kembali berjalan menyusuri Jalan Pesut, menyeberang ke Jalan Jelawat menyusuri tepian Sungai Karang Mumus yang tak jauh dari Jembatan Jelawat ada sebuah makan di tepian jalan.

Makan dekat masjid itu dulu dikenal dengan nama Kubur Kuning. Kami pun menyeberang dan masuk ke gang untuk menuju Jembatan Kehewanan.

Karena jembatan yang menghubungkan antara halaman depan rumah Guru Udin dan Masjid Al Misbah terbuka pintunya, maka kami menyeberangi jembatan itu untuk menuju pangkalan pungut GMSS SKM tempat kami memarkir motor.

Di Pangkalan Pungut GMSS SKM ada Pak Iyau, kamipun meneruskan obrolan dengannya. Mas Yus bilang, Ruang Terbuka Hijau Pangkalan Pungut GMSS SKM adalah ruang terbuka hijau terbaik di tepi Sungai Karang Mumus.

RTH ini tidak dikelola atau dikembangkan oleh pemerintah melainkan oleh warga dan komunitas.

Kurang lebih 30 tahun Sungai Karangmumus dinormalisasi. Namun pembangunan sungai justru menjauhkan sungai dari warganya.

Sungai yang diperlebar, dibeton kanan dan kirinya ternyata tidak membuat warga Kota Samarinda semakin menyadari tentang fungsi utama sungai dan anak-anak sungai untuk kehidupan. (*)

Editor: Redaksi