search

Daerah

Semburan MinyakPertamina Sangasangajatam kaltim

JATAM Kaltim Desak Pemerintah Cabut Izin Pengeboran Pertamina di Sangasanga

Penulis: Akmal Fadhil
5 jam yang lalu | 109 views
JATAM Kaltim Desak Pemerintah Cabut Izin Pengeboran Pertamina di Sangasanga
Lokasi semburan sumur minyak milik Pertamina di Sangasanga. (Istimewa)

Samarinda, Presisi.co – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak pemerintah pusat mencabut izin pengeboran migas milik PT Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS) dan kontraktornya PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI), menyusul insiden semburan gas dan api dari sumur pengeboran di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara.

Peristiwa yang terjadi pada Kamis 19 Juni 2025 dini hari itu masih berlangsung hingga dua pekan kemudian, dengan semburan gas mencapai 12 meter dan diduga mengandung senyawa beracun seperti hidrogen sulfida (H₂S), metana, propana, dan hidrokarbon lain.

Lokasi pengeboran yang hanya berjarak sekitar 700 meter dari permukiman warga memicu kekhawatiran akan dampak kesehatan dan keselamatan jangka panjang.

Warga melaporkan berbagai gangguan kesehatan seperti mual, pusing, hingga sesak napas. Beberapa keluarga bahkan memilih mengungsi karena trauma akan tragedi serupa pada 1988, yang menyebabkan dua korban jiwa akibat paparan gas beracun.

“Sudah 14 hari berlalu, tapi Pertamina dan PDSI belum memberikan penjelasan transparan terkait penyebab insiden. Ini kelalaian serius terhadap keselamatan publik,” ujar Mareta Sari, Dinamisator JATAM Kaltim, Kamis 3 Juli 2025.

Selain potensi bahaya udara, JATAM juga menuding terjadi pencemaran air Sungai Sangasanga yang menjadi sumber baku PDAM.

Sekitar 20 ribu meter kubik air diduga tercemar lumpur dan senyawa kimia, namun tetap disalurkan ke pelanggan tanpa pemeriksaan laboratorium terbuka.

“Distribusi air tidak dihentikan meski airnya bau, keruh, dan bercampur lumpur. Ini bentuk kelalaian pemerintah daerah,” tegas Mareta.

Menurut Abdul Azis, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum JATAM Kaltim, kompensasi yang diberikan kepada warga terdampak dinilai tidak layak.

Setiap rumah hanya menerima satu dus air mineral, susu kaleng, dan vitamin, yang disebut hanya cukup untuk tiga hari dan tidak merata pembagiannya.

“Kompensasi ini menghina akal sehat. Bahkan ada bayi yang harus berebut susu. Ini bukan sekadar tanggung jawab korporasi, tapi menyangkut hak hidup warga,” katanya, Jumat 4 Juli 2025.

Secara hukum, JATAM menilai Pertamina dan PDSI melanggar sejumlah regulasi, termasuk UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, serta Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Keselamatan dan Lingkungan.

JATAM mendesak Kementerian ESDM, Dirjen Migas, dan Inspektur Tambang untuk segera membentuk tim investigasi independen yang melibatkan masyarakat sipil guna menyelidiki insiden ini secara menyeluruh.

“Warga Sangasanga bukan kelinci percobaan. Negara harus hadir dan melindungi rakyatnya dari paparan gas beracun dan air tercemar,” tutup Mareta. (*)

Editor: Redaksi