Mursidi, Kepala KSOP Kelas I Samarinda. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda, memperketat pengaturan lalu lintas pelayaran di Sungai Mahakam menyusul insiden tabrakan kapal di Jembatan Mahulu.
Langkah tersebut diambil untuk mencegah kejadian serupa dan meningkatkan keselamatan pelayaran di wilayah perairan strategis Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala KSOP Kelas I Samarinda, Mursidi, mengatakan pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Komisi II DPRD, Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, pemilik kapal, agen dan operator pelayaran, asosiasi, serta Badan Usaha Pelabuhan (BUP) pemanduan.
“Semua stakeholder memiliki tanggung jawab masing-masing dalam kegiatan operasional pelayaran. Insiden tabrakan kemarin juga kami bahas secara menyeluruh, mulai dari kronologinya hingga langkah mitigasi ke depan,” ujar Mursidi usai Rapat Koordinasi di Hotel Aston pada Selasa 30 Desember 2025.
Dari hasil rapat tersebut, KSOP Samarinda mengeluarkan sejumlah kesimpulan penting.
Pertama, KSOP akan menerbitkan surat edaran larangan tambat dan labuh kapal bermuatan di kawasan terlarang, khususnya di sekitar jembatan dan alur pelayaran yang berpotensi membahayakan keselamatan.
“Kami melarang seluruh kapal untuk tambat dan labuh di area dekat jembatan maupun lokasi yang mengganggu alur pelayaran. Edaran ini ditujukan kepada seluruh pengguna jasa,” tegasnya.
Kedua, KSOP menegaskan kembali kewajiban pemanduan kapal di wilayah perairan Sungai Mahakam, mulai dari Muara Muntai hingga Muara Berau.
Seluruh kapal yang melintas di kawasan tersebut wajib menggunakan jasa pandu.
“Wilayah Sungai Mahakam ini adalah wilayah wajib pandu. Untuk mengantisipasi kejadian seperti kemarin, akan ada penambahan eskor selain assist yang sudah berjalan,” jelas Mursidi.
Selain itu, pengamanan pelayaran juga akan diperkuat melalui patroli bersama aparat penegak hukum, pemerintah daerah, serta instansi terkait lainnya.
Mursidi menjelaskan, insiden di Jembatan Mahulu terjadi akibat kepadatan titik labuh di sekitar Jembatan Mahakam.
Saat lokasi labuh penuh, kapal seharusnya menunggu giliran untuk melakukan pengolongan.
Namun, pada saat kejadian, kapal berupaya masuk ke jalur Jembatan Mahulu dan kemudian diminta kembali karena kondisi di Jembatan Mahakam sudah penuh.
“Karena arus sungai saat itu cukup kuat, kapal tidak sempat bermanuver untuk berbalik arah dan akhirnya terbawa arus,” ungkapnya.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya kapal lain yang tengah berlabuh di sekitar Jembatan Mahulu, sehingga ruang gerak kapal menjadi terbatas.
Untuk itu, KSOP akan meningkatkan patroli penertiban bersama petugas navigasi dan kepolisian perairan.
Terkait pembatasan ukuran kapal, Mursidi menyebut ketentuan kapal maksimal 200 feet relatif sulit diterapkan untuk angkutan batu bara, mengingat sebagian besar tongkang yang melintas di Sungai Mahakam berukuran sekitar 300 feet.
“Sebagai langkah antisipasi, kami menambah eskor pengamanan saat kapal melintas di bawah jembatan, selain assist yang sudah ada,” katanya.
Mengenai kondisi fender, Mursidi mengakui saat ini Jembatan Mahulu dan Jembatan Mahkota belum dilengkapi fender pengaman. Sementara untuk Jembatan Mahakam, pembangunan atau perbaikan fender dijadwalkan mulai awal Januari.
“Untuk Jembatan Mahulu, pembangunan fender juga akan dilakukan, tetapi pelaksanaannya akan kami koordinasikan lebih lanjut dengan Dinas PUPR,” pungkasnya. (*)