Berkas Kasus Korupsi Hibah DBON Kaltim Diteliti JPU, Kejati Tunggu Hasil Lengkap
Penulis: Akmal Fadhil
10 jam yang lalu | 60 views
Potret depan Kantor Kejati Kaltim. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) Kalimantan Timur terus bergulir. Saat ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim tengah menunggu hasil penelitian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, menjelaskan bahwa proses penelitian berkas merupakan tahap krusial sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan.
“Kasus DBON kini berada dalam tahap pemeriksaan berkas perkara oleh JPU. Kami menunggu hasil penelitian itu untuk menentukan apakah berkas sudah lengkap atau masih perlu perbaikan,” ujarnya, Jumat 24 Oktober 2025.
Menurut Toni, penelitian berkas dilakukan untuk memastikan kelengkapan formil dan materiil hasil penyidikan. Jika dinyatakan lengkap, perkara akan naik ke tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke JPU sebelum penyusunan surat dakwaan.
“Urutannya mulai dari penyelidikan, penyidikan, lalu pemberkasan. Setelah berkas lengkap, baru lanjut ke tahap dua,” jelasnya.
Hingga kini, penyidik telah memeriksa lebih dari 40 saksi dari berbagai unsur, termasuk pejabat dan pihak terkait. Namun, belum ada penambahan saksi baru sembari menunggu hasil penelitian JPU.
“Saksi sekitar 40 orang, dan sejauh ini belum ada tambahan. Kita lihat hasil pemeriksaan berkas nanti,” tambah Toni.
Kasus dugaan korupsi hibah DBON Kaltim mencuat akibat dugaan penyimpangan dana hibah yang bersumber dari APBD Provinsi Kaltim senilai Rp100 miliar.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung pembinaan olahraga daerah, namun hasil penyelidikan awal menemukan adanya penyaluran dana kepada pihak lain di luar ketentuan perjanjian hibah.
Dua pejabat telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Agus Hari Kesuma, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kaltim, serta Zairin Zain, Kepala Pelaksana Sekretariat Lembaga DBON Kaltim.
Agus diduga menyetujui pencairan dan penyaluran dana hibah yang tidak sesuai ketentuan serta tidak didukung dokumen sah. Sementara Zairin disebut menyalurkan dana kepada pihak lain dan tidak mempertanggungjawabkan penggunaannya sebagaimana diatur dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Akibat penyimpangan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah.
“Seluruh proses penyidikan kami lakukan secara profesional dan transparan, tanpa intervensi pihak mana pun. Semua berbasis bukti hukum,” tegas Toni.
Keduanya kini ditahan di Rutan Kelas I Samarinda dan dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka terancam hukuman minimal 8 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. (*)