search

Berita

Halim Kalla tersangka korupsi PLTUJusuf Kalla Korupsi PLTU KalbarKortas TipidkorHalim Kalla

Profil Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla yang Ditangkap Kortas Tipidkor terkait Dugaan Korupsi PLTU Kalbar

Penulis: Redaksi Presisi
Senin, 06 Oktober 2025 | 37 views
Profil Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla yang Ditangkap Kortas Tipidkor terkait Dugaan Korupsi PLTU Kalbar
Halim Kalla. (Sumber: Istimewa)

Presisi.co – Kepolisian Republik Indonesia melalui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) menetapkan Halim Kalla, adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kalimantan Barat-1 di Kabupaten Mempawah.

Penetapan itu diumumkan setelah gelar perkara pada 3 Oktober 2025. Selain Halim, penyidik juga menjerat mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009 Fahmi Mochtar, serta dua pihak swasta berinisial RR dan HYL.

Kepala Kortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengatakan keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.

“FM ditetapkan sebagai tersangka karena menjabat Direktur PLN saat proyek berjalan. Dari pihak swasta ada HK (Halim Kalla), tersangka RR, dan HYL. Proses penyidikan memungkinkan jumlah tersangka bertambah,” kata Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025), melalui Suara.com, jejaring Presisi.co.

Kasus ini berawal dari lelang proyek PLTU Kalbar-1 berkapasitas 2x50 megawatt pada 2008. Konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin Halim Kalla, ditetapkan sebagai pemenang lelang meski dinilai tidak memenuhi sejumlah syarat penting.

Menurut penyidik, konsorsium tersebut tidak memiliki pengalaman membangun pembangkit minimal 25 MW dan tidak menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit. Namun, tetap ditetapkan sebagai pemenang tender.

“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi awal pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” ujar Cahyono.

Kontrak proyek senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009. Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan ke pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok, tanpa dasar hukum yang sah.

“Proyek dialihkan sepenuhnya ke pihak ketiga, tapi uang sudah mengalir. Akibatnya, pembangunan PLTU mangkrak dan tidak bisa dimanfaatkan sejak 2016,” tambah Cahyono.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan indikasi kerugian negara mencapai USD 62,410 juta dan Rp323,2 miliar. Polri kini mendalami dugaan adanya aliran dana suap dari konsorsium BRN kepada sejumlah pihak.

Cahyono menegaskan, Polri telah melakukan pencegahan agar para tersangka tidak bepergian ke luar negeri. “Kami sudah lakukan pencegahan agar tidak melarikan diri,” katanya.

Jejak Bisnis dan Politik Halim Kalla

Lahir di Ujung Pandang, 1 Oktober 1957, Halim Kalla dikenal sebagai pengusaha dan mantan politisi. Ia merupakan lulusan State University of New York at Buffalo, Amerika Serikat, dan pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II periode 2009–2014.

Sebagai pengusaha, Halim dikenal inovatif. Pada 2006, ia memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia yang mengubah sistem produksi dan penayangan film nasional. Ia juga menjabat Direktur Utama Intim Wira Energi dan Direktur PT BRN, dua perusahaan yang kini terseret dalam kasus PLTU.

Belakangan, Halim merintis pengembangan kendaraan listrik melalui Haka Auto, memperkenalkan tiga model prototipe yakni Smuth, Erolis, dan Trolis. Ketiganya sempat disebut sebagai inovasi masa depan otomotif nasional.

Hingga kini, Polri belum menahan para tersangka, namun penyidikan kasus yang menjerat Halim Kalla terus berlanjut. (*)

Editor: Redaksi