Polri Ungkap Alasan Tidak Menahan Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla yang Jadi Tersangka Korupsi PLTU Kalbar
Penulis: Rafika
Selasa, 07 Oktober 2025 | 41 views
Halim Kalla, tersangka korupsi proyek PLTU 1 Kalimantan Barat sekaligus adik dari Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla. (net)
Presisi.co – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri belum menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat. Kasus ini merugikan keuangan negara hingga Rp1,35 triliun.
Keempat tersangka itu masing-masing adalah mantan Direktur PLN periode 2008–2009, Fahmi Mochtar; Presiden Direktur PT BRN sekaligus adik Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Halim Kalla; Direktur Utama PT BRN, RR; serta Direktur Utama PT Praba, HYL.
Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo menjelaskan, penahanan belum dilakukan karena penyidik masih berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI. Koordinasi ini diperlukan untuk memastikan kelengkapan berkas perkara.
Cahyono mengakui secara hukum keempat tersangka telah memenuhi syarat objektif untuk ditahan. Hal ini karena ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara.
Namun, ia menegaskan penahanan akan dilakukan sesuai kebutuhan proses penyidikan, bukan sekadar melihat ancaman hukuman.
"Kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman kejaksaan terhadap kelengkapan berkas perkara,” ujar Cahyono kepada wartawan, Selasa, 7 Oktober 2025.
Polri memilih menyiasati proses penyidikan agar masa penahanan para tersangka tidak habis selama proses berjalan.
"Penahanan itu kebutuhan. Sepanjang proses penyidikan ini kami sudah cukup bukti. Karena itu kami menyiasati agar masa penahanan tidak habis selama proses berjalan,” jelasnya.
Tersangka Dicekal ke Luar Negeri
Meskipun belum ditahan, Polri telah mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri. Pencekalan ini telah diajukan kepada pihak Imigrasi terhadap keempat tersangka.
Langkah ini diambil secara simultan bersamaan dengan penetapan status tersangka.
Kasus korupsi ini berawal dari lelang ulang PLTU 1 Kalbar pada 2008. Ditemukan indikasi permufakatan jahat antara pejabat PLN dan PT BRN untuk memenangkan tender tersebut.
"Jadi simultan, pada saat penetapan tersangka tim kami juga sudah mengeluarkan pencegahan bepergian ke luar negeri,” ungkapnya. (*)