search

Daerah

Dana Bagi HasilPemangkasan DBH Desentralisasi Pemerintah Daerahefisiensi anggaran

Pengamat Sebut Pemangkasan DBH, Cermin Lemahnya Sikap Politik Pemda dalam Desentralisasi

Penulis: Akmal Fadhil
1 hari yang lalu | 221 views
Pengamat Sebut Pemangkasan DBH, Cermin Lemahnya Sikap Politik Pemda dalam Desentralisasi
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Saiful Bahtiar. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat menimbulkan pertanyaan serius soal posisi dan daya tawar pemerintah daerah dalam sistem desentralisasi fiskal.

Kebijakan yang berdampak luas terhadap keuangan daerah itu nyaris tak memunculkan respons berarti dari kepala daerah.

Menurut pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Saiful Bahtiar, kondisi ini menunjukkan lemahnya posisi tawar politik pemda dalam menghadapi kebijakan pusat yang dianggap merugikan.

“Defisit anggaran nasional seolah jadi alasan untuk membebani daerah, padahal kontribusi daerah, terutama yang kaya sumber daya alam, sangat besar. Tapi ketika hak fiskal dipotong, nyaris tak ada penolakan,” ujar Saiful, Selasa 9 September 2025.

Ia mencontohkan sikap diam pemda saat kewenangan sektor pertambangan ditarik ke pusat. Padahal, dampak lingkungan dan sosialnya tetap harus ditanggung daerah.

Kini, ketika DBH dipangkas, daerah justru memilih diam atau menutup kekurangan dengan membebani masyarakat.

“Logika fiskalnya tak adil. Pemerintah pusat memangkas, daerah menambal. Akibatnya, muncul kebijakan di tingkat lokal yang menambah beban warga, seperti penyesuaian PBB dan tarif layanan,” jelasnya.

Saiful menilai, diamnya pemda tak lepas dari salah kaprah dalam memahami posisi mereka dalam sistem otonomi daerah.

Ia menyebut, masih banyak kepala daerah yang menganggap diri mereka sebagai kepanjangan tangan pusat, bukan sebagai pemimpin wilayah yang mewakili aspirasi rakyat.

“Padahal, mereka dipilih langsung oleh rakyat. Tapi saat terjadi pengurangan kewenangan atau anggaran, mereka tidak bersikap. Itu menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap prinsip desentralisasi,” tegasnya.

Ia mengkritik tidak adanya upaya serius dari pemerintah daerah untuk menguji kebijakan yang dinilai merugikan tersebut.

Termasuk saat lahirnya UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dinilai mengecilkan peran fiskal pemda.

“Kalau ada pasal yang dianggap bertentangan dengan semangat otonomi, seharusnya diuji secara hukum. Bukan hanya diam atau pasrah,” tambah Saiful.

Hingga saat ini, belum ada langkah nyata dari asosiasi kepala daerah, DPRD, maupun pemerintah provinsi untuk merespons pemangkasan DBH secara kolektif.

“Padahal desentralisasi tidak hanya soal kewenangan administratif, tapi juga soal kemandirian fiskal dan keberanian bersikap,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi