Polisi Larang Live Media Sosial saat Demo Buruh, Ini Alasannya
Penulis: Redaksi Presisi
3 jam yang lalu | 0 views
Polda Metro Jaya bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar konferensi pers untuk menyampaikan hasil penanganan unjuk rasa yang berujung pada perusakan fasilitas umum di sekitar Gedung DPR/MPR RI. (Sumber: Instagram/Polda Metro Jaya)
Jakarta, Presisi.co – Polda Metro Jaya menegaskan larangan terhadap segala bentuk siaran langsung atau live streaming di media sosial, khususnya TikTok, selama aksi unjuk rasa buruh di depan Gedung DPR RI pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengatakan larangan ini diberlakukan karena polisi menemukan adanya modus baru yang memanfaatkan keramaian demonstrasi untuk mencari keuntungan pribadi sekaligus menyebarkan provokasi.
“Beberapa oknum sengaja melakukan live streaming agar penonton memberikan gift atau hadiah virtual yang bisa diuangkan. Selain itu, siaran langsung juga rawan dipakai untuk mengajak masyarakat hingga pelajar ikut aksi dengan ajakan-ajakan provokatif,” ujar Ade Ary kepada wartawan sebagaimana yang diberitakan Suara.com, jaringan Presisi.co.
Untuk mencegah hal tersebut, tim siber Polda Metro Jaya akan melakukan patroli digital secara intensif sepanjang jalannya aksi. Polisi juga siap berkoordinasi dengan platform media sosial untuk menindak akun yang tetap menyiarkan konten provokatif.
“Jika ditemukan live berisi ajakan provokasi, tim akan memberikan edukasi bahkan melakukan take down bekerja sama dengan platform. Bila ada unsur pidana, kami tidak segan menempuh jalur hukum,” tegas Ade Ary.
Peringatan ini berkaca pada insiden sebelumnya ketika 196 pelajar diamankan karena ikut aksi setelah terprovokasi konten di media sosial. “Mohon media sosial dipakai bijak, jangan sampai peristiwa itu terulang,” tambahnya.
Kebijakan Polda Metro Jaya juga sejalan dengan langkah pemerintah pusat. Sehari sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memanggil perwakilan TikTok dan Meta untuk menekan peredaran konten provokatif yang dinilai kerap memicu kericuhan saat demonstrasi. (*)