Polemik Eks Kapolres Kukar dan Anggota DPD RI Hingga Rencana Aksi DAD Kaltim 25 Agustus Mendatang
Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 0 views
Sekretaris DAD Kaltim, Hendrik Tandoh saat memberikan keterangan kepada awak media. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Pernyataan keras yang dilontarkan Kapolres Kutai Kartanegara (Kukar), AKBP Dody Surya Putra, kepada anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Yulianus Henock Sumual, telah menyulut kemarahan publik.
Tak hanya menyinggung marwah lembaga legislatif, persoalan ini kini menyentuh harga diri masyarakat adat.
Ketegangan ini berawal dari kasus konflik agraria antara warga Kelurahan Jahab, Tenggarong, dengan perusahaan sawit PT Budi Duta.
Warga mengadu ke Senator Henock karena merasa dikriminalisasi. Namun, Henock mengaku justru mendapat tekanan balik dari pihak kepolisian.
“Saya PAW kau, kau akan menangis.” Kalimat itu, menurut Henock, dilontarkan Kapolres Kukar melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu.
Bagi Henock, ucapan tersebut bukan hanya serangan personal, melainkan bentuk arogansi terhadap lembaga negara.
Polda Kalimantan Timur tidak tinggal diam. Kabid Humas Kombes Pol Yuliyanto secara terbuka meminta maaf kepada publik atas kegaduhan tersebut.
“Tindakan arogan atau penyalahgunaan wewenang tidak akan ditoleransi. Evaluasi internal sedang berjalan, dan akan dilaporkan ke Mabes Polri,” ujarnya.
Sementara AKBP Dody belum memberikan pernyataan langsung ke media. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa pihak kepolisian menganggap komunikasi tersebut sebagai bentuk “misunderstanding” dan menegaskan bahwa tidak ada niat mengintimidasi lembaga negara.
DAD Kaltim Turun Gunung
Yang memperkeruh suasana adalah status Henock sebagai tokoh adat. Selain anggota DPD RI, ia juga menjabat Ketua Dewan Pakar Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Timur. Ucapan Kapolres dianggap telah menyinggung martabat masyarakat adat.
“Kami menyayangkan pernyataan itu. Ini bukan hanya menyangkut pribadi Pak Henock, tapi institusi DPD RI dan komunitas Dayak,” tegas Sekretaris DAD Kaltim, Hendrik Tandoh pada Kamis 21 Agustus 2025.
DAD menganggap pernyataan Kapolres sebagai bentuk pelecehan terhadap hak konstitusional warga untuk bertanya dan memperjuangkan keadilan.
Atas dasar itu, mereka memutuskan menggelar aksi solidaritas besar-besaran pada Senin, 25 Agustus 2025, di Polres Kukar.
“Surat aksi sudah kami kirim sejak 17 Agustus. Informasi terakhir, Kapolda akan menemui langsung perwakilan kami. Namun, aksi tetap berlangsung sebagai bentuk penegasan sikap,” ujarnya.
Diperkirakan 1.500 peserta aksi akan turun dari berbagai komunitas adat dan elemen masyarakat yang tergabung dalam Tim Penuntut Keadilan. DAD Kaltim memastikan aksi berjalan damai.
Konflik Agraria yang Tak Pernah Usai
Insiden ini hanyalah pucuk dari persoalan yang jauh lebih besar, konflik agraria kronis antara warga Jahab dan PT Budi Duta.
Menurut laporan warga, perusahaan kerap melaporkan masyarakat ke polisi saat terjadi sengketa lahan. Sementara laporan balik warga tak kunjung ditindaklanjuti.
“Intinya, Pak Henock hanya bertanya: kenapa warga cepat diproses, tapi laporan mereka soal PT Budi Duta malah mandek? Di situlah persoalan memanas,” ungkap Hendrik.
Warga menuding perusahaan melakukan kriminalisasi, bahkan memasang batas konsesi di area permukiman penduduk.
Mereka mendesak agar izin perusahaan dicabut, dan penanganan konflik agraria dilakukan secara menyeluruh oleh pemerintah daerah maupun pusat.
Di Balik Perseteruan: Soal Kuasa dan Representasi
Pengamat sosial hukum dari Universitas Mulawarman, Rizal Hakim, menilai persoalan ini menyangkut batas kuasa antara aparat dan wakil rakyat.
“Ada tarik-menarik antara fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Jika komunikasi tak dijaga, maka mudah memantik krisis kepercayaan publik,” jelasnya saat dikonfirmasi.
Ia menyarankan agar semua pihak menahan diri dan menyelesaikan persoalan melalui jalur formal.
“Jika tidak, eskalasi bisa melebar menjadi konflik horizontal, apalagi jika dibawa ke ranah identitas dan politik lokal,” tambahnya.
DAD Kaltim menegaskan akan menyurati Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, Kapolri, Gubernur Kaltim, dan Bupati Kukar.
Mereka mendesak evaluasi terhadap PT Budi Duta serta meminta jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat adat.
Aksi 25 Agustus mendatang akan menjadi penentu arah konflik ini. Apakah menjadi titik balik penyelesaian atau justru memperluas ketegangan.
“Kami hanya ingin keadilan. Ucapan Kapolres itu simbol dari ketimpangan yang selama ini kami alami,” tutup Hendrik. (*)