search

Daerah

ekonomi kaltimDana Bagi HasilEkonom UnmulPurwadiuniversitas mulawarman

Kritik Ekonom Unmul Soal Arah Ekonomi Kaltim, Sebut Dana Bagi Hasil Hanya Gula-gula

Penulis: Akmal Fadhil
4 jam yang lalu | 374 views
Kritik Ekonom Unmul Soal Arah Ekonomi Kaltim, Sebut Dana Bagi Hasil Hanya Gula-gula
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi. (Presisi.co/Akmal)

Presisi.co - Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, melontarkan kritik tajam terhadap model pembangunan daerah yang dinilainya hanya menguntungkan kelompok pemilik modal besar, sementara masyarakat lokal menanggung dampak lingkungan dan sosial yang parah.

“Kaltim masih terjebak dalam ekonomi ekstraktif. Kita tinggalkan kayu, beralih ke batu bara, tapi rakyat justru mendapat warisan banjir, udara kotor, dan lubang tambang,” ujarnya saat dikomfirmasi pada Kamis 7 Agustus 2025.

Purwadi juga menyoroti kebijakan pemerintah daerah yang kerap membanggakan besarnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor tambang.

Menurutnya, dana tersebut tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan sosial yang ditinggalkan.

“Para pejabat bangga dengan DBH, padahal itu hanya gula-gula. Lingkungan kita rusak, rakyat tidak mendapat manfaat nyata,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengkritik kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dinilai belum memberikan kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia bahkan menyebut beberapa BUMD hanya menjadi “ATM” bagi oknum pejabat.

“Ada BUMD yang labanya cuma Rp6 juta, tapi gaji direkturnya Rp40 juta. Ini logika apa?” kritiknya.

Purwadi juga mendorong transparansi anggaran daerah, menyatakan bahwa masyarakat berhak mengetahui alokasi dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

“Keterbukaan anggaran penting sebagai bentuk akuntabilitas. Masyarakat harus tahu ke mana uang publik digunakan,” ujarnya.

Kritik ini menjadi bagian dari dorongan luas agar Kaltim segera bertransformasi dari ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam menuju sistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Purwadi menegaskan bahwa tanpa perubahan arah kebijakan, pembangunan hanya akan memperparah ketimpangan dan merugikan masyarakat lokal.

“Pembangunan yang tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat hanyalah wacana kosong,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi