Dari Batu Bara ke Ekowisata, Kaltim Mantapkan Diri ke Transisi Hijau
Penulis: Akmal Fadhil
4 jam yang lalu | 0 views
FGD yang dilaksanakan oleh Yayasan Mitra Hijau. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co - Di tengah menurunnya kontribusi sektor tambang terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Timur, pemerintah dan sejumlah organisasi masyarakat sipil mulai mendorong alternatif ekonomi baru melalui pengembangan ekowisata. Langkah ini dinilai strategis untuk menekan emisi karbon sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Kalimantan Timur pada 2023 masih tergolong rendah, yakni hanya 1,74 persen.
Meski meningkat dari tahun sebelumnya (1,61 persen), angka ini jauh dibandingkan sektor pertambangan dan penggalian yang masih mendominasi sebesar 43,19 persen pada 2023 dan turun menjadi 38,38 persen di tahun 2024.
Menanggapi kondisi ini, Yayasan Mitra Hijau menggelar diskusi terpumpun bertajuk “Membangun Ekowisata Berkelanjutan untuk Menurunkan Emisi dan Jejak Karbon di Kalimantan Timur” di Samarinda, Kamis 17 Juli 2025.
Forum ini menjadi bagian dari program Transisi Energi Berkeadilan (IKI-JET), yang didukung oleh Pemerintah Jerman dan Uni Eropa melalui GIZ.
“Wilayah yang kaya sumber daya alam seringkali lupa mengembangkan alternatif ekonomi. Akibatnya, terjadi ketergantungan dan potensi ‘penyakit Belanda’,” ujar Dicky Edwin Hiendarto, Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau.
Transformasi ekonomi menuju sektor berkelanjutan seperti ekowisata dinilai lebih relevan dengan komitmen iklim global. Akademisi UMKT, Fajar Alam, menyebut kegiatan ekonomi di Kaltim masih berorientasi pada food gathering yang punya jejak karbon tinggi.
Padahal, menurutnya, sektor seperti ekowisata bisa menjadi pintu masuk transisi ke ekonomi hijau.
Selain menawarkan atraksi alam dan budaya, ekowisata juga memberi dampak ganda: edukasi lingkungan dan pelestarian alam.
Hal ini dibuktikan oleh Pokdarwis “Berani Menata Tertata” (BMT) di Desa Sangkuliman, Kutai Kartanegara. Mereka tidak hanya menawarkan wisata Pesut Mahakam, tetapi juga menerapkan praktik ramah lingkungan seperti daur ulang sampah dan penggunaan tenaga surya.
“Kami bahkan mendata pohon-pohon di desa dan mulai merancang rencana jangka panjang desa wisata kami,” terang Ketua Pokdarwis BMT, Rozali.
Namun, berbagai tantangan masih menghadang, seperti keterbatasan akses infrastruktur menuju destinasi wisata yang umumnya terpencil dan minim layanan dasar seperti listrik.
Dinas Pariwisata Kaltim pun mengakui perlunya perbaikan akses dan fasilitas sebagai strategi utama pengembangan wisata.
“Kami dorong agar pengelolaan wisata berbasis komunitas, seperti Pokdarwis, terus ditingkatkan demi keseimbangan ekonomi dan ekologi,” kata Imam Rusdi Hidayat, perwakilan Dispar Kaltim.
Dengan potensi ekowisata dari gunung, hutan, hingga laut, Kalimantan Timur dinilai punya peluang besar keluar dari ketergantungan pada energi fosil, sekaligus memimpin model pembangunan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. (*)