Bahas COP Hingga ke Kalimantan Timur, Yayasan Mitra Hijau dan Prodi Hubungan Internasional, FISIP Universitas Mulawarman Gelar Kuliah Umum
Penulis: Siaran Pers
3 jam yang lalu | 0 views
Samarinda, Presisi.co – Yayasan Mitra Hijau dan Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Prodi HI Fisip Unmul) mengadakan kuliah umum bertajuk Upaya Transisi Energi Berkeadilan di Kalimantan Timur dalam Isu Lingkungan Global. Pembicara adalah Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin Hindarto dengan moderator Frentika, dosen Prodi HI Fisip Unmul.
Dicky memaparkan bagaimana kondisi iklim saat ini berkelindan dengan isu politik dunia. Namun yang jelas, isu peningkatan suhu global itu nyata dan jadi bahasan utama.
“Scientist terus menunjukkan rekor suhu tertinggi selalu tembus rekor. Misal tahun lalu suhu tertinggi terjadi pada September 2023, tahun ini rekor suhu juga terpecahkan lagi,” paparnya.
Dia melanjutkan, kondisi kenaikan suhu ini menyebabkan bencana iklim hingga isu kesehatan dan keselamatan umat manusia. Salah satu contohnya cuaca ekstrem yang berdampak banjir. Misal bagaimana banjir besar bisa terjadi Mahakam Ulu lalu ke Kutai Barat. Juga beberapa wilayah banjir di daerah lain seperti di Samarinda, Balikpapan, dan sebagainya.
Dia melanjutkan, Indonesia, lebih dari 20 juta jiwa terancam kenaikan mula air laut kalau pemanasan global mencapai 2 derajat celcius. Pulau-pulau akan hilang oleh kenaikan muka air laut di 2050 dan banjir rob akan selalu menghantui. Tak terkecuali di Kalimantan Timur yang punya banyak pulau dan permukiman di wilayah pesisir.
Selain itu, kekeringan juga terjadi, di berbagai daerah. Beberapa penyakit tropis meluas karena perubahan iklim. Dulu misal ada momen tertentu ada penyakit muncul karena musim. Namun, sekarang sudah tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi sepanjang tahun. Misal demam berdarah.
“Sedangkan, isu perundingan perubahan iklim ini kerap alot. Kepentingan antar negara kerap bertabrakan,” jelasnya.
Basis perundingan adalah science, juga sangat erat dengan ekonomi, masyarakat, tata aturan. Perundingan perubahan iklim ada dua kali setahun. Pertama di Bonn, Jerman itu wajib. Puncaknya di COP. Salah satu produk COP adalah perdagangan karbon tahun 1997. Implementasinya baru 2007-2012.
Dia mengambil contoh ketika berbagai negara bisa saling tuding siapa yang bertanggung jawab atas kenaikan suhu global. Pada akhirnya yang harus dilakukan adalah melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Di Kalimantan Timur, ketergantungan energi fosil sangat besar. Mulai dari sumber ekonomi hingga sumber energi listrik. Maka perlu transisi energi. Tetapi, tidak bisa langsung. Masyarakatnya harus dipersiapkan.
“Tidak usah berbicara cadangan batu bara habis. Ketika harga batu bara turun atau naik pasti akan berdampak ke ekonomi Kaltim,” jelas Dicky.
Dia mengambil contoh ketika perang Ukraina dan Rusia, membuat harga batu bara melonjak dan tentu saja Kaltim kena dampak luar biasa. Krisis ekologis dan masalah akibat pertambangan akan meningkat. Namun, ketika harga batu bara turun, juga akan berdampak ke ekonomi.
“Ketergantungan Kaltim akan berdampak, ketika seluruh dunia mulai beralih dari batu bara. Apa yang akan jadi sumber pemasukan?" sambungnya.
Dicky pun memaparkan data dari Bappeda Kaltim. Pada 2022, kontribusi batu bara pada PDRB Kaltim mencapai 44 persen. Lalu, pendapatan daerah 15 persen dan prakiraan serapan tenaga kerja sebanyak 10 persen. Sementara, jika seluruh negara menjalankan komitmen iklim masing-masing, permintaan akan turun 20 persen sebelum 2030 dan 70 persen sebelum 2050. Maka dari itu, Kalimantan Timur atau daerah lain juga harus melepaskan diri perlahan dari ketergantungan batu bara. (*)