Hamas Ingatkan Sekolah Harus Jadi Ruang Pemulihan Sosial bagi Remaja
Penulis: Akmal Fadhil
Sabtu, 07 Juni 2025 | 89 views
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud, menyerukan pentingnya mengembalikan fungsi sekolah sebagai ruang pemulihan sosial dan penguatan karakter.
Menurutnya, fenomena ini bukan semata soal kedisiplinan, tapi juga kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk lingkungan yang aman secara emosional.
“Remaja kita sedang menghadapi krisis, bukan hanya soal kenakalan, tapi soal siapa mereka dan di mana tempat mereka dalam masyarakat. Sekolah harus hadir sebagai ruang pemulihan, bukan sekadar tempat belajar akademik,” ujar Hasanuddin, yang akrab disapa Hamas, dalam keterangannya, Sabtu 7 Juni 2025.
Ia menyoroti bahwa tekanan sosial, minimnya peran keluarga, dan derasnya arus informasi digital menjadi kombinasi berbahaya yang menyebabkan banyak remaja kehilangan arah.
Situasi ini diperparah oleh sistem pendidikan yang belum adaptif terhadap kebutuhan emosional siswa.
“Kita terlalu sering bicara soal sanksi, padahal banyak dari mereka hanya butuh didengarkan. Pendidikan itu soal merangkul, bukan mengadili,” tegas Hamas.
Menurutnya, banyak pelajar mengalami perundungan, tekanan mental, bahkan kecemasan berlebih tanpa adanya ruang aman untuk mengekspresikan diri.
“Jika sekolah hanya fokus pada aspek akademik dan kedisiplinan administratif, maka lembaga pendidikan justru berpotensi menjauhkan siswa dari sistem,” tukasnya.
Hamas mendorong Dinas Pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk memperkuat layanan konseling dan membentuk komunitas belajar yang sehat secara psikologis dan sosial.
Ia menilai bahwa pendekatan restoratif dan suportif jauh lebih relevan dibanding sistem hukuman yang kaku.
“Banyak sekolah masih pakai pendekatan zaman dulu: dihukum, dipermalukan, bahkan dikeluarkan. Padahal ada pendekatan lain yang lebih manusiawi dan membangun, yakni pendidikan yang berbasis empati,” jelasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Kaltim mencatat peningkatan laporan kasus kenakalan remaja, termasuk tawuran, penyalahgunaan media sosial, dan pelanggaran hukum ringan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa akar persoalan bukan hanya pada perilaku, tapi juga pada sistem dukungan yang belum memadai.
Ia juga menyarankan agar setiap sekolah memiliki unit pendampingan psikososial berbasis komunitas yang melibatkan guru, orang tua, dan tenaga profesional.
Pendekatan kolaboratif ini menurutnya mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat dan adaptif.
“Remaja tidak butuh sekolah yang sempurna, tapi sekolah yang mau mendengarkan. Kita harus kembali melihat mereka sebagai manusia yang sedang bertumbuh, bukan sekadar pelaku pelanggaran,” kata Hamas.
Menutup keterangannya, Hamas mengajak semua pihak untuk membangun kesadaran bersama bahwa masa depan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum, tapi oleh kualitas hubungan sosial yang dibangun di dalamnya.
“Krisis generasi muda ini nyata. Tapi kita masih bisa mengubah arah kalau kita mulai dari mendengarkan mereka,” pungkasnya.