Demmu Minta Pimpinan DPRD Kaltim Mediasi Konflik Lahan di Marangkayu
Penulis: Akmal Fadhil
1 hari yang lalu | 185 views
Baharuddin Demmu Anggota Komisi I saat disambangi diruang Fraksi PAN Kaltim. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co - Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu, mendorong pimpinan legislator untuk segera merespon cepat surat mediasi yang diajukan oleh masyarakat dari Kecamatan Marangkayu. Demmu menilai respon itu perlu disegerakan lantaran kondisi masyarakat keberatan atas proses konsinyasi yang telah dititipkan oleh Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda melalui Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong.
Keresahan ini dinilai Demmu sebagai hal yang mendesak untuk segera dituntaskan. Terlebih lagi nasib masyarakat kehilangan hak atas lahan pembangunan bendungan di kawasan Kilometer 7, Marangkayu, akibat klaim Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT Perkebunan XIII.
Ia mengemukakan bahwa rencana pembangunan bendungan tersebut telah dimulai sejak tahun 2006, saat ia masih menjabat sebagai Kepala Desa di wilayah itu.
“Awalnya ini untuk menjawab keluhan petani yang kesulitan air di sawah saat ada kunjungan anggota DPR RI dari Fraksi PAN. Usulan itu diteruskan ke pusat, lalu ditindaklanjuti dengan peninjauan lokasi,” ungkapnya, Senin 2 Juni 2025.
Dari hasil peninjauan, lokasi pembangunan bendungan ditetapkan di KM 7. Proyek itu pun berjalan dan sempat dilakukan pembayaran ganti rugi kepada warga pada tahun 2007.
Namun persoalan baru muncul pada 2017, ketika tiba-tiba muncul klaim dari sebuah perusahaan yang menyatakan lahan tersebut termasuk dalam konsesi HGU mereka.
“Kami kaget, karena selama ini warga yang mengelola tanah itu. Tidak pernah ada pemberitahuan sebelumnya bahwa lahan mereka berada di dalam HGU,” tegasnya.
Ia menyebutkan sekitar 100 hektare lahan yang sebelumnya dikuasai masyarakat kini diklaim sebagai bagian dari HGU perusahaan.
Akibatnya, pembayaran ganti rugi tahap lanjutan tak bisa dilakukan dan pemerintah memilih menitipkan dana pembayaran ke PN Tenggarong.
Namun, harapan warga pupus ketika pengadilan tingkat pertama memutuskan perjuangan mereka kalah.
“Putusan hanya berdasarkan selembar surat dari perusahaan yang menyatakan itu HGU, tanpa melihat fakta di lapangan bahwa lahan itu sudah dikelola warga sejak awal dan tak pernah berpindah tangan,” kata Demmu.
Ia menyayangkan putusan tersebut dan mendorong agar ada tinjauan ulang terhadap status lahan warga.
“Ini bukan sekadar konflik administratif, ini soal keadilan untuk rakyat yang tanahnya dimanfaatkan tanpa kepastian,” tambahnya.
Oleh karena itu, Demmu mendesak pimpinan DPRD Kaltim segera merespon surat mediasi yang diminta oleh masyarakat Marangkayu.
“Setidaknya saat itu diindahkan RDP dapat menjadi wadah memanggil semua pihak terkait, agar konflik ini segera dituntaskan dan dapat memberikan solusi ganti rugi terhadap masyarakat,” pungkasnya. (*)