search

Daerah

Agus BuntungPPDI KaltimKasus Pelecehan SeksualI Wayan Agus Suartama

Bicara Soal Kasus Agus Buntung, Begini Kata Ketua PPDI Kaltim

Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Kamis, 12 Desember 2024 | 397 views
Bicara Soal Kasus Agus Buntung, Begini Kata Ketua PPDI Kaltim
Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kalimantan Timur, Ani Juwariyah. (Presisi.co/Gio)

Samarinda, Presisi.co – Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kalimantan Timur, Ani Juwariyah angkat bicara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh I Wayan Agus Suartama (22) atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan Agus Buntung.

"Kalau memang itu betul dan ia bersalah secara pidana, kejadian tersebut cukup kami sesalkan. Tentu dia harus bertanggung jawab," ucap Ani pada Kamis 12 Desember 2024.

Ani juga mengingatkan aparat hukum untuk menjaga prinsip kesetaraan di depan hukum, sekaligus memastikan hak-hak disabilitas tetap dihormati sepanjang proses hukum berlangsung.

“Namun, saya berharap proses hukum yang dijalankan tetap menghormati hak asasi manusia dan kebutuhan khususnya sebagai penyandang disabilitas,” tambahnya.

Menurut Ani, penyandang disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, seperti halnya non-disabilitas. Namun, ia menyoroti pentingnya akomodasi yang layak selama proses hukum berlangsung.

“Sebagai seseorang tanpa kedua lengan, Agus tentu memiliki keterbatasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kami berharap aparat penegak hukum memastikan dia mendapatkan bantuan yang memadai, misalnya untuk kebutuhan mendasar seperti makan atau berpakaian,” jelas Ani.

Ia mengungkapkan, kasus ini bisa menjadi pelajaran penting tentang perlunya menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas sejak dini.

“Kita perlu memahami apa yang memengaruhi perilaku seseorang, apakah faktor lingkungan, pendidikan, atau tekanan sosial. Bisa jadi ada trauma masa kecil yang membuat dia seperti ini,” tambahnya.

Namun, Ani menegaskan, faktor tersebut tidak boleh menjadi pembenaran atas tindakan kriminal.

“Jika memang ada indikasi gangguan mental, biarkan ahli seperti psikiater atau psikolog yang menilai,” katanya.

Ani berharap, kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki perhatian terhadap hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam hal keadilan hukum.

“Kami menyesalkan kejadian ini, terutama karena kami sedang memperjuangkan perlindungan terhadap kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun, di sisi lain, ini mengingatkan kita semua untuk tidak mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas dalam situasi apa pun,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, keluarga dan masyarakat sekitar memegang peran penting dalam membangun mental dan lingkungan yang positif bagi penyandang disabilitas.

“Jangan sampai karena kondisinya maka dia tidak mendapatkan hak-hak asasi manusianya,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi