Keampuhannya Diragukan, Vaksin AstraZeneca Butuh Uji Klinis Lagi
Penulis: Redaksi Presisi
Senin, 30 November 2020 | 577 views
Presisi.co - Berdasarkan laporan terakhir, perusahaan farmasi AstraZeneca akan kembali melakukan uji klinis tambahan secara global untuk vaksin corona virus miliknya.
Adanya uji tambahan ini dibutuhkan setelah muncul keraguan dari beberapa pihak soal klaim dan keampuhan vaksin buatan perusahaan asal Inggris tersebut dan Oxford University. Sebelumnya, dilaporkan bahwa AstraZeneca mengumumkan klaim bahwa keampuhan dan keefektifan vaksin mereka mencapai 70 persen.
Pascal Soriot, CEO AstraZeneca, menjelaskan bahwa adanya uji klinis tambahan tersebut dilakukan sebagai cara untuk mengevaluasi keefektifan vaksin apabila disuntikkan dalam jumlah dosis yang lebih kecil. Sebab, pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa dosis vaksin yang lebih rendah justru menunjukkan efek keampuhan yang lebih tinggi dalam menghalau virus corona.
Dikutip dari Al Jazeera dan dilansir dari CNN Indonesia, Soriot menjelaskan bahwa sekarang AstraZeneca telah menemukan vaksin yang lebih baik dan lebih manjur, sehingga perusahaan pun perlu melakukan validasi. Dengan begitu, studi tambahan juga perlu dilakukan.
Sebelumnya, terdapat spekulasi terkait dengan tingkat kemanjuran 70 persen yang diklaim oleh AstraZeneca. Spekulasi tersebut merupakan hasil dari penghitungan gabungan dua studi berbeda yang diselenggarakan di Brasil dan Inggris.
Berdasarkan hasil uji klinis sementara di Brasil dengan dua kali suntikan dalam dosis penuh, tingkat keefektifan menunjukkan angka 62 persen. Sedangkan pada hasil pengujian di Inggris yang menggunakan dosis lebih kecil, justru tingkat keefektifannya lebih tinggi, yaitu mencapai 90 persen. Adanya perbedaan standar uji klinis ini lantas jadi bahan perdebatan.
Lebih jauh lagi, Oxford University menjelaskan bahwa terdapat penggunaan perbedaan dosis vaksin secara keliru pada uji coba tersebut. Pasalnya, para relawan di Inggris rupanya mendapatkan suntikan yang jumlahnya setengah dari jumlah yang direncanakan.
Vaksin AstraZeneca ini sedianya membutuhkan dua kali penyuntikan – suntikan pertama sebagai booster, dan disusuk dengan suntikan kedua sebulan sesudahnya. Dalam situasi ini, beberapa relawan tidak memperoleh suntikan kedua dalam dosis yang tepat. Akan tetapi, hal tersebut justru menunjukkan hasil lebih efektif.
Tak hanya AstraZeneca, semua perusahaan produsen vaksin dipastikan harus memublikasikan hasil lengkap uji klinis vaksin mereka di jurnal medis sebagai bentuk pengawasan publik. Data lengkap pun wajib diserahkan kepada regulator dalam proses pengajuan persetujuan darurat, sebelum akhirnya vaksin dapat digunakan di berbagai negara.