Jaga Ekosistem, Petambak Muara Badak Beralih ke Tambak Ramah Lingkungan
Penulis: Rofi
Sabtu, 21 November 2020 | 922 views
Tenggarong, Presisi.co - Berdampak buruk bagi lingkungan, petambak di Kecamatan Muara Badak ramai-ramai tinggalkan Pola intensifikasi. Meski cara ini dianggap sangat membantu meningkatkan produksi hingga berlipat-lipat, namun para petambak memilih Kembali mengelola tambak ramah lingkungan.
Dikatakan Ketua Kelompok Nelayan Salo Sumba Sejahtera, Kecamatan Muara Badak, Subhan, alasan mereka meninggalkan pola intensifikasi, adalah karena berdampak buruk bagi lingkungan. Selain itu, jika sudah rusak dan tercemar, maka biaya pemulihan tambak juga sangat mahal.
“Walau mendapat keuntungan besar, namun kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia membuat lahan tidak bisa dikelola lagi secara gampang. Jadi kami memutuskan Kembali ke tambak ramah lingkungan,” katanya.
Dijelaskan dia, pola intensifikasi menggunakan pakan non organik. Pakan ini juga menggunakan bahan kimia. Jika digunakan terus-menerus, bahan kimia tersebuat akan menumpuk di dasar tambak dan berubah menjadi racun. Namun faktanya, jika memilih menggunakan pola intensifikasi maka tambak akan rusak dalam waktu dua tahun saja.
“Pola ini, memberi pakan banyak pada udang atau ikan. Namun tidak semua pakan itu dimakan oleh ikan atau udang. Yang tidak termakan itu malah akan menumpuk dasar tambak dan berubah menjadi racun. Kalau sudah begitu, akan membahayakan yang lain,” sebutnya.
Tidak tanggung-tanggung, dampak yang ditimbulkan sangat merusak tambak termasuk ekosistem yang ada. Jika air tambak yang beracun dilepaskan ke sungai atau laut, maka Ikan, udang, kepiting dan hewan laut lainnya bisa mati.
“Untuk itu kami menggunakan pola ramah lingkungan karena alam di pesisir Kutai Kartanegara masih sangat baik,” katanya.
Di sisi lain, sambungnya, tambak ramah lingkungan lebih berkesinambungan mengingat lingkungan tetap terjaga. Dengan pola ramah lingkungan, Subhan menyebut nelayan di Muara Badak tak perlu menyiapkan pakan khusus.
“Karena potensi alam di sini masih banyak menyediakan makanan untuk ikan atau udang yang kami budidayakan,” ujar Subhan.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kutai Kartanegara Dadang Supriatman menyebut potensi ikan di Kabupaten Kukar itu bisa dilihat dari panjang garis pantai yang mencapai 333 kilometer. Untuk hasil produksi laut, Dadang menyebut mencapai 189 ribu ton. Sekitar 40 ribu ton lebih adalah udang windu.
“Di situlah daerah pesisir itu yang semuanya hamparan tambak. Udang windu ini tujuannya ekspor ke Jepang, Malaysia, Singapura, dan Uni Eropa dalam bentuk mentah dan setengah jadi,” pungkasnya.