search

Daerah

Kegiatan Belajar Mengajar Tatap MukaSKB 4 MenteriMendikbud RINadiem MakarimKepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda Asli NuryadinSamarinda

SKB 4 Menteri, KBM Tatap Muka Dimulai Januari 2021, Begini Tanggapan Kadisdik Samarinda

Penulis: Nur Rizna Feramerina
Jumat, 20 November 2020 | 965 views
SKB 4 Menteri, KBM Tatap Muka Dimulai Januari 2021, Begini Tanggapan Kadisdik Samarinda
Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin.

Samarinda, Presisi.co - Kabar gembira datang dari sektor pendidikan. Melalui Surat Keputusan Bersama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (SKB 4 Menteri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021.

Dalam surat itu, tertuang bahwa sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dapat melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara luring atau tatap muka. Hal ini diperkirakan akan dimulai pada Januari 2021 mendatang.

Sebelumnya, Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa pembukaan sekolah mengacu pada peta zona penyebaran Covid-19

Kemudian pada evaluasi kali ini, keputusan ditentukan oleh tiga elemen di daerah, pemerintah daerah setempat, komite sekolah, dan kepala sekolah.

Dikonfirmasi ke Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menjelaskan bahwa benar sekolah-sekolah di Samarinda akan dibuka secara bertahap.

“Mau didiskusikan dulu dengan Walikota, mungkin bertahap dulu. Syarat utamanya harus ada tempat cuci tangan, kalau tidak ada tidak diberi izin untuk KBM tatap muka,” jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jum’at (20/11/2020).

Diberitahunya bahwa selain menyediakan tempat cuci tangan, sekolah juga harus menuruti protokol kesehatan yang ditentukan Mendikbud.

“Air mengalir, tempat cuci tangan, pakai masker, siswanya setengah, pengajarnya setengah, tidak ada upacara, tidak ada kantin, tidak ada kegiatan ekstrakulikuler. Setelah belajar harus pulang,” ungkapnya.

Dijelaskan Nadiem, dibukanya sekolah-sekolah mengingat dampak yang dirasakan oleh siswa.

“Risiko pertama adalah putus sekolah, di mana banyak anak-anak yang didorong untuk bekerja dan ini berhubungan dengan situasi ekonomi,” ujarnya.

Selain itu, dampak psikososial dan stres pun bisa dirasakan siswa mengingat minimnya interaksi anak dengan orang lain.

“Psikososial dan dampak stres ke anak-anak kita. Minimnya interaksi dengan guru dengan teman dengan lingkungan di luarnya yang menyebabkan tingkat stres dalam rumah tangga meningkat secara drastis,” jelasnya.

Editor : Oktavianus