Tantangan dan Ancaman Bagi Insan Jurnalis di Masa Pandemi dan Pilkada
Penulis:
Jumat, 23 Oktober 2020 | 842 views
Kaltim, Presisi.co - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Samarinda mengadakan webinar mengenai Keselamatan Jurnalis Kala Pandemi dan Pilkada pada Jum’at (23/10/2020).
Tiga narasumber, yakni Ketua AJI Indonesia Abdul Manan, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim dr. Nathaniel Tandirogang hadir dalam giat yang berlangsung secara virtual melalui aplikasi Zoom itu.
Pada webinar tersebut, Abdul Manan membahas mengenai keselamatan jurnalis di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, perusahaan harus menerapkan protokol Kesehatan seperti apa yang dianjurkan Pemerintah. Kemudian, memastikan protokol penugasan lapangan dan menyediakan perlengkapan yang harus digunakan oleh jurnalis seperti masker juga hand sanitizer.
“Selain dari perusahaan, Pemerintah juga bertanggungjawab terhadap keselamatan jurnalis agar tidak tertular Covid-19,” pungkasnya.
Ia juga membahas keselamatan dari sisi jurnalis. Jurnalis harus memahami aspek keamanan saat melakukan liputan dan juga patuh dalam menerapkan protokol kesehatan selama peliputan.
Dalam webinar tersebut Ketua AJI Indonesia ini menyinggung mengenai intimidasi kepada 5 jurnalis di Kota Samarinda saat meliput jalannya aksi menolak disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang saat itu berlangsung di Mako Polresta Samarinda.
Herdiansyah Hamzah pun menanggapi hal ini. Merangkum data dari Reporters Sans Frontieres (RSF), Indeks Kebebasan Pers Indonesia pada tahun 2020 berada di peringkat 119 dari 180 negara. Data tersebut menunjukan Indonesia lebih baik dibanding filipina (136), Myanmar (139), Thailand (140), dan Brunei (152). Namun, Malaysia dan Timor Leste masih lebih baik dalam kebebasan pers dengan masing-masing di urutan 101 dan juga 78.
Dikutip dari Website Adovkasi Aji, setidaknya hingga hari ini terdapat 19 laporan mengenai kekerasan terhadap jurnalis di tahun 2020. Ancaman kekerasan dan terror masih menjadi kasus yang banyak dialami oleh jurnalis, pelaku dari kekerasan jurnalis ini pun didominasi oleh warga, dan kasus terbanyak terjadi di Kota Jakarta Pusat.
Dalam webinar tesebut, Castro sapaan karibnya tidak membenarkan tindakan kekerasan yang dialami oleh 5 jurnalis di Samarinda.
“Ini yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak, jurnalis bekerja dilindungi Undang-Undang Pers, ketika ada yang menghalangi jurnalis saat menjalankan tugas saja bisa mendapatkan pidana dan denda, apalagi sampai melakukan kekerasan kepada pers,” jelasnya.
Sementara itu, dr. Nathaniel terus menghimbau kepada jurnalis yang melakukan liputan untuk selalu menerapkan protokol Kesehatan dengan ketat, mengingat trend kasus di Kalimantan Timur khususnya Kota Samarinda masih cukup tinggi.
“Yang penting selalu menerapkan protokol Kesehatan, gunakan masker yang ber-SNI untuk mengurangi kemungkinan tertular,” jelasnya.