search

Daerah

Hukum PemiluBawaslu KaltimPelanggaran PemiluKasus Pemilu 2024

Belajar dari Kasus Pemilu 2024, Bawaslu Kaltim: Tanpa Pelapor dan Saksi, Hukum Pemilu Kehilangan Daya

Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 0 views
Belajar dari Kasus Pemilu 2024, Bawaslu Kaltim: Tanpa Pelapor dan Saksi, Hukum Pemilu Kehilangan Daya
Bawaslu Kaltim saat melaksanakan penguatan kepemiluan. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Timur mengakui banyak laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2024 tak bisa diproses karena lemahnya keterangan saksi.

Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Dermanto, dalam seminar evaluasi bertajuk “Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu”, Senin 25 Agustus 2025.

Menurut Hari, dari banyaknya laporan yang masuk, sebagian besar berhenti di tahap awal karena minimnya bukti dan lemahnya keterlibatan saksi kunci.

“Sering kali masyarakat bersedia memberi keterangan, tapi bukan saksi langsung. Sementara yang benar-benar melihat kejadian justru enggan bersuara,” ujarnya.

Ia mencontohkan kasus dugaan pidana pemilu di Mahakam Ulu yang terhenti akibat batas waktu penanganan yang habis.

Di Balikpapan, laporan perusakan juga tidak berlanjut karena saksi tidak mencukupi dan terlapor menghilang.

“Tanpa pelapor dan saksi, hukum pemilu kehilangan daya. Regulasi saja tidak cukup,” tegasnya.

Hari juga menyoroti tantangan pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah serta aturan ambang batas pencalonan presiden.

Ia menyebut hal itu akan mendorong lahirnya omnibus law baru terkait pemilu yang membuat pengawasan makin kompleks.

“Kita harus siap dengan bentuk regulasi baru yang tentu akan berdampak pada pola pengawasan ke depan,” katanya.

Dalam pengawasan Pilkada, Bawaslu Kaltim mencatat sejumlah laporan pelanggaran dengan saksi lemah. Bahkan, beberapa pejabat dilaporkan melanggar aturan namun tidak kooperatif.

“Ada pejabat, seperti wakil wali kota, yang mangkir berulang kali dari panggilan Bawaslu,” ungkap Hari.

Di sisi lain, persoalan keterwakilan perempuan juga menjadi sorotan. Sejumlah partai politik disebut kesulitan memenuhi kuota, sehingga berdampak pada komposisi calon.

Hari menilai, putusan MK Nomor 140 memperkuat kewenangan Bawaslu di ranah administrasi.

Namun, untuk pidana, penanganan masih bergantung pada kerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam Sentra Gakkumdu.

Ia mengungkapkan, salah satu wacana yang berkembang adalah memperkuat kelembagaan Bawaslu dengan menempatkan jaksa di internal lembaga, seperti model yang digunakan di KPK.

“Jaksa tetap sebagai aparat penegak hukum, tetapi khusus menangani perkara pemilu di lingkungan Bawaslu,” jelasnya.

Hari berharap forum evaluasi serupa bisa digelar di seluruh kabupaten/kota Kaltim untuk menghimpun masukan publik dalam penguatan pengawasan demokrasi.

“Suara masyarakat sangat penting agar pengawasan pemilu berikutnya lebih efektif,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi