Pokja 30 Soroti Lambatnya Penanganan Kasus Tambang di Lahan Pendidikan Unmul
Penulis: Akmal Fadhil
10 jam yang lalu | 145 views
Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo saat menjadi narsum di Teras Samarinda. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co — Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo menyoroti lambatnya penanganan kasus dugaan perusakan lahan milik Universitas Mulawarman (Unmul) oleh aktivitas pertambangan ilegal.
Ia menilai aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah daerah (Pemda) terkesan lemah saat berhadapan dengan korporasi besar.
“Ini bukti nyata betapa lemahnya penegakan hukum ketika berhadapan dengan korporasi. Sudah jelas terjadi pelanggaran di kawasan sumber daya alam, apalagi lokasinya di kawasan pendidikan. Tapi kenapa penanganannya begitu lambat,” ujarnya saat dihubungi Presisi.co melalui via telpon seluler pada Kamis 17 Juli 2025.
Buyung menyatakan, berdasarkan informasi yang dihimpun, kegiatan pengerukan tanah telah berlangsung beberapa bulan sebelum ada reaksi dari pihak berwenang.
Padahal, katanya, titik kerusakan berada di kawasan pendidikan yang seharusnya dilindungi secara hukum.
“Tidak mungkin perusakan itu dilakukan oleh satu orang. Pasti ada jaringan, dan itu semua harus diungkap. Kenapa hanya satu pihak yang dipanggil atau dimintai keterangan? Harusnya semua yang terkait turut diperiksa,” tegasnya.
Pokja 30 juga menyoroti peran aparat penegak hukum (APH) dan Pemda yang dinilai tidak menunjukkan langkah serius dalam mengusut aktor utama di balik aktivitas ilegal tersebut.
Mereka menilai ada pembiaran yang cukup lama sebelum akhirnya kasus ini mencuat ke publik.
“Ini bukan sekadar soal kerusakan lahan. Ini soal transparansi dan keberanian APH dalam menindak pelanggaran. Publik berhak tahu, seberapa serius sebenarnya negara ini melindungi aset pendidikannya?” ucap Buyung.
Menurutnya, pemilik izin usaha pertambangan (IUP) yang terbukti terlibat juga harus ditindak tegas.
Ia menekankan bahwa aspek tanggung jawab tidak hanya berhenti di pelaku lapangan, tapi juga menyasar para pengambil keputusan dan pihak yang memberikan izin.
“Pemilik izin juga harus diperiksa. Jangan sampai hanya yang di lapangan yang dikorbankan. Harus ada keberanian untuk mengungkap siapa yang sebenarnya paling diuntungkan dari perusakan ini,” tambahnya.
Buyung menegaskan, Pokja 30 akan terus mengawal proses hukum kasus ini dan mendorong agar seluruh pihak terkait dimintai pertanggungjawaban.
Ia berharap kasus ini tidak berhenti hanya pada satu atau dua orang tersangka, tapi juga menyasar jaringan dan struktur di baliknya.
“Ini bukan sekadar kasus perdata. Ini menyangkut tata kelola pemerintahan, keberanian penegakan hukum, dan keberpihakan pada pendidikan. Kalau kasus ini tidak selesai secara terang, publik akan kehilangan kepercayaan,” pungkasnya. (*)