Kelangkaan Pupuk di PPU dan Paser, DPRD Kaltim Soroti Dugaan Distribusi Bermasalah
Penulis: Akmal Fadhil
Kamis, 29 Mei 2025 | 19 views
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fadly Himawan.
Samarinda, Presisi.co — Kelangkaan pupuk bersubsidi yang kembali dikeluhkan para petani di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser, Kalimantan Timur, memicu sorotan tajam dari DPRD Kaltim. Selain pasokan yang terbatas, harga pupuk subsidi di tingkat pengecer juga dilaporkan melambung tinggi.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fadly Himawan, menyebutkan pihaknya menerima banyak laporan dari petani baik petani padi maupun sawit terkait sulitnya memperoleh pupuk subsidi menjelang musim tanam.
“Para petani mengeluh karena pupuk subsidi langka, dan kalau pun ada, harganya jauh dari harga eceran tertinggi (HET),” kata Fadly, Kamis 29 Mei 2025.
Fadly menduga kelangkaan ini tak hanya disebabkan oleh keterbatasan kuota nasional, tetapi juga adanya penyimpangan dalam rantai distribusi. Ia mengungkap indikasi pupuk bersubsidi dialihkan oleh oknum untuk dijual ke luar wilayah melalui pengepul.
“Ini bukan sekadar soal kuota. Saya menduga ada permainan, pupuk subsidi dialihkan dan dijual ke luar daerah. Petani kita dirugikan,” tegasnya.
Dampaknya, menurut dia, bukan hanya keresahan di tingkat petani, tetapi juga potensi penurunan produktivitas di sektor pertanian dan perkebunan, khususnya di wilayah yang menjadi penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN).
Fadly menekankan bahwa DPRD akan mendorong pengawasan distribusi diperketat. Komisi IV juga akan meminta data distribusi resmi dari Dinas Pertanian serta menggelar rapat dengar pendapat dengan pihak Pupuk Indonesia dan distributor lokal.
“Distribusi pupuk harus transparan. Kami akan panggil semua pihak terkait untuk audit jalur distribusi dan mengecek apakah sesuai kuota dan sasaran,” ujarnya.
Salah satu petani di Kecamatan Babulu, PPU, menyebut harga pupuk subsidi seperti urea kini bisa tembus Rp150.000 per sak, jauh di atas HET.
Ia mengaku keberatan membeli pupuk nonsubsidi karena harganya tidak terjangkau.
“Kalau terus seperti ini, kami bisa gagal panen. Tanaman butuh pupuk, tapi harganya makin tidak masuk akal,” keluhnya. (*)