search

Daerah

DPRD KALTIMANANDA Emira MoeisNelayan KaltimPDI Perjuangan

Reses Ananda Emira Moeis, Kelompok Nelayan Ininawa Keluhkan Harga Udang dan Minimnya Dukungan Pemerintah

Penulis: Giovanni Gilbert Anras
12 jam yang lalu | 43 views
Reses Ananda Emira Moeis, Kelompok Nelayan Ininawa Keluhkan Harga Udang dan Minimnya Dukungan Pemerintah
Anggota DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis saat melakukan reses di Samarinda Seberang. (Presisi.co/Gio)

Samarinda, Presisi.co - Ketua Kelompok Nelayan Budidaya Empang Ininawa, Muhammad Taufik Arake menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi nelayan saat reses Wakil Ketua II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis pada Kamis malam, 16 Januari 2025.

Taufik menyoroti rendahnya perhatian pemerintah terhadap nelayan budidaya, khususnya di kawasan Delta Mahakam. Karena, hingga saat ini masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan tidak merasakan uluran tangan pemerintah.

"Padahal potensi sektor perikanan sangat besar, terutama komoditas udang yang menjadi salah satu produk ekspor," kata Taufik.

Ia pun menceritakan harga udang yang tak kunjung stabil sejak pandemi COVID-19. Padahal, sebelumya harga udang bisa mencapai Rp270 ribu per kilogram.

"Sekarang, harga hanya sekitar Rp170 ribu, sementara biaya produksi, seperti pupuk dan bibit, terus naik," ujarnya.

Taufik juga mengkritik kurangnya pendampingan dari penyuluh perikanan lapangan (PPL). Menurutnya, sejak ia mulai mengelola tambak pada 1990, belum pernah ada PPL yang turun langsung ke lapangan untuk memantau kondisi tambak.

"Selama ini, kami hanya bekerja secara tradisional tanpa pendampingan. Produksi kami jadi terbatas, hanya mencapai 25 persen dari potensi maksimal," jelasnya.

Masalah harga udang yang ditentukan sepihak oleh pengepul juga menjadi keluhan utama yang disampaikan saat reses.

"Harga udang ditentukan pengepul tanpa kontrol dari pemerintah. Nelayan seperti kami hanya bisa menjual apa adanya, meski keuntungan sangat kecil," kata Taufik.

Selain itu, akses bahan bakar untuk operasional tambak juga menjadi kendala. Seperti, tidak boleh memakai jerigen dalam membeli bahan bakar.

Dari hal tersebut, lanjut Taufik, dirinya harus membeli bahan bakar di SPBU dengan kendaraan pribadi, yang nantinya akan disalurkan ke kapal.

"Kami harus membeli bahan bakar dari SPBU dengan kendaraan, karena aturan melarang pembelian dengan jerigen. Ini menyulitkan operasional tambak," tambahnya.

Taufik berharap pemerintah dapat memperhatikan potensi perikanan di Delta Mahakam dengan lebih serius. Ia mengusulkan adanya bantuan keramba kepiting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan nelayan.

"Harga kepiting merah bisa mencapai Rp400 ribu per kilogram menjelang Imlek. Jika ada keramba, kami bisa mengelola produksi lebih efisien," katanya.

Taufik juga meminta pemerintah menetapkan harga dasar untuk komoditas perikanan agar nelayan mendapatkan keuntungan yang layak.

"Kami butuh kebijakan yang melindungi nelayan, seperti penetapan harga dasar udang dan kontrol distribusi bibit serta pupuk," tegasnya.

Menanggapi berbagai keluhan tersebut, Wakil Ketua II DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan aspirasi nelayan di Delta Mahakam. Ia mengakui pentingnya peran nelayan budidaya dalam mendukung perekonomian, terutama melalui komoditas ekspor seperti udang dan kepiting.

"Kami akan memastikan ada perhatian lebih untuk sektor perikanan, termasuk pengawasan harga dan dukungan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Nanda menyatakan akan mendorong pemerintah untuk menetapkan harga dasar komoditas perikanan guna melindungi nelayan dari fluktuasi harga pasar.

"Penetapan harga dasar ini sangat penting agar nelayan tidak selalu berada di posisi yang dirugikan. Kami akan perjuangkan hal ini," pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi