Diduga Kriminalisasi, Rokhman Wahyudi Laporkan Hakim ke Komisi Yudisial dan Oknum Polisi ke Polda Kaltim
Penulis: Yusuf
Selasa, 04 Februari 2020 | 2.608 views
Presisi – Rokhman Wahyudi, Kuasa Hukum terpidana Toni atas kasus penggunaan tanah tanpa izin di Jalan Poros, Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) disebutnya bernuansa kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, baik itu hakim dan juga pihak kepolisian.
Rokhman yang saat itu hadir ditengah wartawan pada Selasa (4/1) di Kedai Kopi Mawar Samarinda menuturkan, persoalan yang menimpa kliennya dimulai saat Toni dilaporkan oleh Rando L Kaunang yang mengaku sebagai pemilik lahan yang semula tidak bertuan itu.
“Dilaporkan, cuman pelapor (Rando) ini tidak memiliki legalitas, berupa sertifikat tanah. Sementara berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 pasal 6 ayat 1 huruf a, kita hanya mengenal sertifikat. Harusnya Pelapor melampirkan dengan sertifikat, ini tidak ada hanya akta jual atau berupa kwitansi dan itu bisa dilaporkan serta di proses,” jelas Rokhman yang saat itu turut hadir bersama Toni.
Foto : Kondisi terkini lahan sengketa antara Toni dan Rando di Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kutim. Sumber Foto - Rokhman Wahyudi.
Meski dakwaan terhadap Toni dikeluarkan hakim melalui sidang tindak pidana ringan (tipiring), namun lagi-lagi Rokhman menyayangkan sikap hakim yang seharusnya menolak aduan pelapor, mengingat dasar aduan yang tidak lengkap. Apalagi, vonis pidana yang ditujukan pada kliennya ini, bercampur dengan vonis pengembalian aset yang dibangun oleh kliennya.
“Karena sekadar kwitansi dan akta jual beli. Kedua, objeknya berbeda, menurut pelapor asetnya berada di pengadaan baru, fakta hukumnya tanah ini ada di Kadungan Jaya,” lugasnya.
Terlebih, vonis pidana berupa kurungan 2 bulan serta ganti rugi biaya perkara sebesar Rp 2 juta terhadap Toni, dikatakan Rokhman di iringi dengan embel-embel pengembalian tiga aset bangunan yang dibangun sendiri oleh kliennya.
“Jadi digabung, putusan pidana dicampur dengan eksekusi pengembalian aset. Yang bangun itukan Toni, makanya kami melaporkan adanya indikasi kriminalisasi terhadap Toni. Dalam hukum acara, namanya pidanya hukumannya pidana, vonis sudah selesai kenapa kok ada pengembalian bangunan,” terangnya.
Sementara itu, pembangunan aset semi permanen yang rampung dibangun oleh Toni pada Maret 2019 lalu itu, berdiri diatas lahan yang dulunya adalah hutan belantara serta mengantongi izin dari Kepala Desa serta Kepala Adat Kadungan Jaya.
“Intinya, pelapor tidak memiliki legalitas tanah. Mengapa ini bisa diproses bahkan disidangkan,”tegasnya lagi, ditengah upaya banding yang saat ini masih diupayakan untuk mendapatkan keadilan bagi kliennya ini.
Atas hal tersebut, Rokhman menyebut bahwa pihaknya turut melaporkan dakwaan yang menimpa kliennya ke Komisi Yudisial (KY) Kaltim, sehingga persoalan yang menjerat kliennya ini dapat menjadi perhatian Hakim di Mahkamah Agung (MA) melalui kasasi.
“Ini kan bertentangan dengan hak asasi manusia, kalau semua berdasar pada akta jual beli ini kan berbahaya. Kami sepakat bahwa negara ini adalah negara hukum, makanya kami melapor ke KY,” tuturnya.
Tak hanya itu, Rokhman juga berencana melaporkan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum di Polres Sangatta kepada pihak Polda Kaltim, Rabu (5/2) besok.
“Karena itu, ada praktek mafia hukum yang dibangun oleh Rando, dan penegak hukum untuk mengkriminalisasi Toni,” tegasnya.
Dimas, Asisten Bidang Hubungan Antar lembaga KY Kaltim saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (4/1) sore turut membenarkan bahwa mereka telah menerima laporan lisan kasus hukum yang menjerat Toni melalui Kuasa Hukumnya itu.
“Tadi sudah kami terima semuanya. Kami sambut baik adanya penyampaian (kasus) dari kuasa hukum terpidana. Laporan sudah diterima secara lisan,” sebut Dimas.
Dikatakannya, langkah awal berupa laporan lisan yang diterimanya itu kemudian akan dilanjutkan dengan persyaratan administrasi sebelum akhirnya KY Kaltim meneruskannya ke KY Pusat.
“Syarat administrasi sudah kami sampaikan terkait laporan yang harus dipenuhi pelapor, semakin cepat berkas diterima KY, akan semakin cepat pula ditindaklanjutinya,” terang Dimas.
Atas kasus ini, Dimas menilai menemukan adanya indikasi kuat pelanggaran kode etik hakim atas putusan bernomor 6/Pid.C/2019/PN Sgt yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Sangatta pada 9 Desember 2019 lalu.
“Secara Gambaran, ada indikasi pelanggaran kode etik dari putusan. Jika terbukti ada pelanggaran, nanti MA yang akan melakukan eksekusi,” tutupnya.