Pro Kontra Kehadiran Jokowi di Kaltim Saat Meninjau Lokasi Pembangunan Ibu Kota Negara di Sepaku
Penulis: Presisi 1
Rabu, 18 Desember 2019 | 1.461 views
Presisi – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menapakkan kakinya, di Provinsi Kalimantan Timur. Bersama beberapa Menteri yang mendampinginya, Jokowi hadir untuk meresmikan jalan Tol Balikpapan Samarinda, sekaligus meninjau langsung lokasi pembangunan ibu kota negara (IKN) di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada Selasa (17/12) kemarin.
Pro dan kontra, sambutan masyarakat terhadap orang nomor satu di Indonesia itu, masing-masing tercermin dari antusiasnya para pelajar dan masyarakat menyambut kedatangannya di Kaltim.Sementara, ada pula bentuk kekecawaan dan penolakan atas wacana perpindahan pusat pemerintahan di Kaltim.
"Saya sudah dengar beberapa hari lalu kalau pak Jokowi mau datang. Jadi kami antusias, karena ini baru pertama kalinya presiden mau lewat sini," ungkap Rajat, warga Desa Suka Raja, Sepaku, PPU kepada para awak media.
Menanti kehadiran Jokowi menapaki langkah kakinya di Sepaku, Rajat mengatakan sejak pagi, sekitar pukul 10.00 Wita, banyak warga yang berbaris memadati pinggir jalan yang akan dilewati oleh Kakek Jan Ethes itu.
“Kami tetap mendukung pemindahan, karena semua harapan perbaikan bisa terjadi seiring pembangunan nantinya.” kata Erniwati, yang saat itu mendapat hadiah berupa kaos dari Presiden.
Ibu Kota Baru Buat Siapa?
Ditempat yang berbeda, tepatnya di Salmont Coffee Expert yang terletak di kawasan Vorvo, Kota Samarinda, sekelompok orang yang terdiri dari berbagai jaringan sosial seperti Forest Watch Indonesia, WALHI, JATAM, Pokja 30, Tokoh Pemuda dan Adat, terlibat dalam sebuah diskusi terkait “Ibu Kota Baru Buat Siapa?”
Dalam pertemuan tersebut, narasi tandingan terhadap wacana perpindahan IKN ke sebagian wilayah Kabupaten PPU dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), di tolak berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan selama lebih kurang tiga bulan, oleh Jaringan Sipil.
Tak kurang dari 29 halaman yang terangkum dalam Executive Summary bertagarkan #bersihkanindonesia, merangkum seluruh hasil investigasi yang memuat beragam alasan dibalik penolakan terhadap IKN di Benua Etam, Kaltim.
Diantaranya, dugaan terhadap ganti rugi penguasaan lahan konsesi sebanyak 162 konsesi tambang, kehutanan dan perkebunan sawit serta PLTU batu bara diatas wilayah total kawasan IKN, seluas 180 ribu hektare.
Dalam laporan tersebut, ditunjukkan bahwa pengambilan keputusan mega proyek IKN senilai Rp 446 trilliun juga diduga akan memicu potensi pemutihan dosa-dosa perusahaan tambang terhadap 94 lubang bekas tambang batu bara, yang tersebar di kawasan IKN.
Sementara itu, beberapa alasan lain seperti ancaman pada bentang infrastruktur ekologis Teluk Balikpapan, krisis air serta ancaman konservasi dan ancaman kepunahan terhada endemik asli Kaltim, masuk dalam laporan yang pada akhirnya menyimpulkan untuk mencabut keputusan dan membatalkan rencana pemindahan IKN, serta menyerukan pemulihan kirisis sosial ekologi, baik yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur.
Lembaga Adat Paser Kecewa
Disisi lain, lantangnya suara Ardiansyah yang tak lain adalah Wakil Ketua Lembaga Adat Paser, berhasil menarik perhatian seluruh peserta konferensi pers, sore itu. Dia menyebutkan, lokasi pembangunan IKN masuk dalam kawasan masyarakat hukum adat (MAH). Kecewa lantaran lembaga adatnya tak mendapat undangan menemui Jokowi, Ardiansyah kemudian menyebut bahwa Jokowi tidak ada permisi dengan lembaga adatnya itu.
“IKN itu, masuk seharusnya ijin dengan masyarakat adat dulu, karena paser itu merupakan bekas Kesultanan Paser. Bagian dari daerah (IKN) tersebut, adalah bagian dari masyarakat hukum adat yang melingkupi kawasan PPU, Paser dan Balikpapan,” lantangnya.
Realistis, Ardiansyah menyebut rencana perpindahan IKN yang sebelumnya sudah diumumkan Jokowi pada 26 Agustus 2019 lalu itu, membawa dampak positif dan negatif.
“Pembangunan yang direncanakan pemerintah, tentu akan berdampak positif terhadap masyarakat sekitar. Negatifnya adalah, wilayah MAH kami, yang akan dibangun IKN yang pada hari ini sudah membawa dampak buruk terhadap sosiologi masyarakat dan ekologi.
Oleh karena itu, sambung Ardiansyah, harapan tentang keberadaan Paser itu sendiri dapat tersampaikan melalui forum diskusi tersebut. Mengingat hingga saat ini, lembaga adatnya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan IKN itu sendiri.