search

Kesehatan

FOMOkesehatan mentalbunuh diriremajaimpulsive buying

Waspada! FOMO Bisa Memicu Bunuh Diri Lho

Penulis: Redaksi Presisi
29 menit yang lalu | 0 views
Waspada! FOMO Bisa Memicu Bunuh Diri Lho
Rizky Fajar mempresentasikan hasil penelitian. (Istimewa)

Jakarta, Presisi.co - Tingkat kejadian gangguan mental emosional dan keinginan bunuh diri di kalangan generasi muda Indonesia memasuki tahap mengkhawatirkan.

Sebuah studi epidemiologi dan psikologi mengungkap tingkat keinginan bunuh diri pada pelajar SMP sebesar 9,7%. Tak hanya itu, 57,8% pelajar SMP mengalami masalah gangguan mental emosional. Masalah kesehatan ini mencakup gejala depresi, kecemasan, dan gangguan somatis (gangguan fisik karena masalah psikologis).

Fear of missing out (FOMO) menjadi faktor penyebab masalah gangguan mental emosional dan secara tidak langsung berhubungan dengan keinginan bunuh diri pada pelajar SMP,” ujar Rizky Fajar Meirawan, Ketua Tim Penelitian Universitas Indonesia Maju (UIMA) dan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, dalam keterangannya di Jakarta, akhir pekan ini.

Rizky Fajar Meirawan mengungkap temuan ini pada Presentasi Oral Pekan Ilmiah Tahunan ke-7 (PIT-7) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat pada Rabu, 19 November 2025. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta merupakan penyelenggara kegiatan ilmiah ini. Menurutnya, FOMO secara sederhana bermakna perasaan cemas atau khawatir, yang muncul ketika seorang remaja tidak memiliki pengalaman, aktivitas, hobi, atau barang berharga, sebagaimana yang dimiliki oleh rekan sebayanya.

“Selain mendorong munculnya gangguan mental emosional, FOMO turut memicu perilaku impulsive buying (belanja impulsif),” jelas Rizky Fajar Meirawan.

Mengikuti tren

Perilaku pembelanjaan secara impulsif, menjadi dampak ketika remaja mengalami FOMO. Perasaan tidak ingin tertinggal, atau merasa terancam terisolasi secara sosial, membuat remaja berbelanja dengan tidak bijaksana, hanya karena mengikuti tren atau pola belanja teman sebaya.

“Penelitian kami membuktikan 50,2% remaja dengan perilaku impulsive buying, mengalami FOMO. Impulsive buying ini pada akhirnya berdampak pada kecemasan dan penyesalan finansial,” tambahnya.

Berdasarkan penelitian ini, Rizky Fajar mendorong proses komunikasi dan edukasi berbasis pemasaran sosial kepada remaja, khususnya pelajar SMP. Pemasaran sosial ini bertumpu pada proses kampanye komunikasi yang bertujuan menekan kecenderungan remaja mengalami FOMO, sehingga mereka tidak berperilaku impulsive buying, mengalami gangguan mental emosional, serta menekan hasrat untuk melakukan bunuh diri.

Rizky Fajar menerangkan, strategi pemasaran sosial ini akan mengedepankan paparan konten informasi, pendampingan dan bimbingan penyuluhan, serta interaksi dan dialog aktif antara remaja dengan orang tua, guru, bahkan tenaga kesehatan dan ahli psikologi. Tujuan utama pemasaran sosial ini adalah menumbuhkan resiliensi sosial pada remaja. 

“Menurut saya, langkah yang sesegera mungkin dijalankan untuk menumbuhkan resiliensi sosial adalah edukasi untuk menumbuhkan literasi digital, terutama penggunaan media sosial secara bijaksana,” tutur Rizky Fajar yang juga Chief Research Officer (CRO) sebuah perusahaan rintisan teknologi (start-up) kesehatan digital dan berbasis akal imitasi (AI) ini.

Perlu pengawasan

Selain itu, lanjut Rizky Fajar, orang tua bersama guru bahkan jika perlu melibatkan para ahli dapat melakukan proses pengawasan dan pemantauan interaksi diantara remaja di sekolah dan lingkungan. Keterbukaan antara remaja dengan orang tuanya dan gurunya, bisa menjadi salah satu cara pemantauan kejadian FOMO dan impulsive buying.

Remaja putri ternyata lebih rentan mengalami gangguan mental emosional. Sementara remaja laki-laki, memiliki keinginan bunuh diri yang lebih tinggi. “Hal ini membuktikan, rancangan intervensi pemasaran sosial kepada remaja harus spesifik gender. Artinya, harus ada perbedaan spesifik terkait metode komunikasi, edukasi, dan pendampingan untuk mencegah gangguan mental emosional dan keinginan bunuh diri ini. Cara penyampaian pesan harus sesuai dengan jenis kelamin remaja yang menjadi sasaran,” pungkas Rizky Fajar. (*)