Enam Segmen Batas Wilayah di Kaltim Belum Tuntas, Layanan Publik Jadi Tak Maksimal
Penulis: Akmal Fadhil
1 jam yang lalu | 0 views
Kepala Biro POD Kaltim, Siti Sugiyanti saat dimintai keterangan. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) masih menghadapi pekerjaan besar dalam penegasan batas wilayah antar kabupaten/kota.
Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) Kaltim mencatat ada enam segmen batas wilayah yang belum ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
Kepala Biro POD Kaltim, Siti Sugiyanti, mengatakan keenam segmen tersebut saat ini masih dalam proses finalisasi di Kementerian Dalam Negeri.
“Itu yang harus kita selesaikan,” ujar Siti dalam Forum Konsultasi Publik di Aula Kesbangpol Kaltim, Selasa 18 November 2025.
Tiga Segmen Sudah Masuk Tahap Draf Permendagri
Dari enam segmen yang belum tuntas, tiga di antaranya telah mencapai tahap fasilitasi Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat dan penyusunan draf Permendagri.
Ketiganya meliputi: • Batas Kabupaten Kutai Barat – Mahakam Ulu • Batas Kabupaten Kutai Barat – Penajam Paser Utara • Satu segmen lain yang juga melibatkan wilayah Kutai Barat
Sementara itu, tiga segmen lainnya baru sampai pada tahap fasilitasi PBD Pusat. Segmen tersebut adalah: • Kutai Barat – Paser • Paser – Penajam Paser Utara • Kutai Timur – Berau
Siti memastikan seluruh segmen telah diajukan ke Kemendagri untuk diproses lebih lanjut.
Penegasan Batas Dianggap Vital untuk Kewenangan dan Layanan
Dalam paparannya, Siti menegaskan bahwa penegasan batas daerah bukan hanya soal garis koordinat, tetapi menyangkut batas kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Kepastian batas wilayah, katanya, memudahkan koordinasi pembangunan dan memperjelas tanggung jawab layanan.
“Batas wilayah itu soal kewenangan. Dengan batas yang jelas, daerah bisa saling mengisi dan berkoordinasi lebih baik,” ujarnya.
Ia mencontohkan daerah-daerah yang berbatasan langsung harus dapat bekerja sama dalam pelayanan publik, terutama untuk masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan.
Menurut Siti, masyarakat tidak boleh dirugikan hanya karena berada di garis batas administratif.
Layanan dasar seperti pembuatan KTP, pendidikan, dan kesehatan harus bisa diberikan oleh daerah terdekat, meski bukan wilayah administratif asal penduduk.
“Daerah tetangga yang lebih dekat juga bisa membantu. Itu kewajiban kita bersama,” tegasnya. (*)