Nasib Honorer Non-Database Masih Menggantung, Pemprov Kaltim Tunggu Instruksi Pusat
Penulis: Akmal Fadhil
2 jam yang lalu | 0 views
Plt Kepala BKD Kaltim, Yuli Fitriyanti saat memberikan keterangan. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Ratusan tenaga honorer non-database di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) masih menghadapi ketidakpastian status kepegawaian.
Hingga akhir September 2025, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltim menyatakan belum ada keputusan final dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Plt Kepala BKD Kaltim, Yuli Fitriyanti, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat resmi ke kementerian sejak Mei lalu, berisi permohonan solusi bagi honorer non-database yang belum terakomodasi dalam program ASN atau PPPK.
“Surat sudah ditandatangani langsung oleh Gubernur. Tapi sampai sekarang, kami masih diminta menunggu arahan resmi dari KemenPAN-RB,” kata Yuli, Sabtu 27 September 2025.
Yuli menegaskan bahwa kewenangan penuh terkait pengangkatan honorer menjadi ASN sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat. Daerah, termasuk Kaltim, tidak dapat membuat kebijakan sendiri tanpa dasar hukum yang jelas.
“Aturan kepegawaian itu domain nasional. Kami hanya bisa menyampaikan kondisi dan menunggu regulasi,” tegasnya.
Saat ini, BKD Kaltim masih fokus menyelesaikan proses pengangkatan ASN dan PPPK tahap I dan II, termasuk formasi paruh waktu.
Masalah honorer non-database, menurutnya, juga terjadi di banyak daerah lain sehingga kemungkinan akan diselesaikan secara bertahap oleh pemerintah pusat.
Di sisi lain, para honorer non-database mengaku mulai resah dengan situasi yang tak kunjung jelas.
Perwakilan mereka, Rizqi Pratama, mengatakan bahwa komunikasi terakhir dengan KemenPAN-RB sempat memberi sinyal positif, namun belum disertai kebijakan konkret.
“Kami diminta bersabar karena prosesnya bertahap dan menunggu aturan khusus. Tapi semakin lama, status kami tetap tidak jelas,” ujarnya.
Menurut Rizqi, data jumlah honorer non-database di Kaltim pun belum sinkron. Versi mereka mencatat sekitar 600 orang, sementara data resmi BKD menyebutkan hanya 300 orang. Ketimpangan ini menambah kerumitan dalam proses advokasi.
Ia juga mencontohkan langkah alternatif yang ditempuh Pemprov Sumatera Selatan, yang mengubah status honorer non-database menjadi tenaga teknis daerah melalui penerbitan Surat Keputusan (SK).
“Dengan begitu, status mereka jadi lebih aman. Dari sopir atau satpam bisa beralih jadi operator atau tenaga pendukung. Kami harap pola seperti itu bisa diadopsi juga oleh Pemprov Kaltim,” kata Rizqi.
Meskipun belum ada kebijakan pasti, BKD Kaltim menyatakan tetap membuka ruang komunikasi dan siap memfasilitasi pertemuan lanjutan jika diperlukan. Pemprov, menurut Yuli, berkomitmen memberikan perhatian kepada para honorer.
“Kepala daerah juga sudah menyampaikan dukungan agar ada solusi konkret. Tapi semua tetap bergantung pada regulasi pusat,” ujarnya. (*)