search

Advetorial

BK DPRD Kaltim Sidang Etik DPRDSubandi Etika Parlemen Marwah Lembaga DPRD Berintegritas Toga Sidang Profesionalisme Dewan Pelanggaran Etik Sanksi Dewan Tata Tertib DPRD Penegakan Etika Mediasi DPRDfraksi dprd Integritas Anggota Dewan DPRD Kaltim Transparan Checks and BalancesEtika Politikkepercayaan publik Lembaga Terhormat

BK DPRD Kaltim Siap Gelar Sidang Etik, Tegaskan Komitmen Jaga Marwah Lembaga

Penulis: Akmal Fadhil
Minggu, 22 Juni 2025 | 63 views
BK DPRD Kaltim Siap Gelar Sidang Etik, Tegaskan Komitmen Jaga Marwah Lembaga
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi. (istimewa)

Samarinda, Presisi.co – Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur menegaskan kesiapannya menghadapi potensi pelanggaran etik berat yang melibatkan anggota dewan.

Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, menyatakan lembaganya telah menyiapkan seluruh perangkat sidang, termasuk atribut resmi seperti toga, sebagai simbol profesionalisme dalam menjaga integritas parlemen.

Meskipun sejauh ini belum pernah digelar sidang etik di lingkungan DPRD Kaltim, Subandi menekankan pentingnya kesiapsiagaan kelembagaan menghadapi kemungkinan pelanggaran etik yang tidak bisa diselesaikan secara mediasi.

“Kami tetap siapkan semua kebutuhan teknis sidang, termasuk toga. Ini bentuk kesiapan kelembagaan, bukan sekadar formalitas,” ujar Subandi Minggu 22 Juni 2025.

BK DPRD Kaltim selama ini mengedepankan pendekatan persuasif dan mediasi sebagai mekanisme penyelesaian awal terhadap dugaan pelanggaran etik.

Namun, jika upaya tersebut gagal, sidang resmi tetap menjadi opsi terakhir sesuai ketentuan tata tertib.

Subandi menjelaskan bahwa tugas BK bukan memberi sanksi, melainkan menyusun rekomendasi berdasarkan hasil sidang, yang kemudian diserahkan kepada fraksi melalui pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti.

“BK bukan eksekutor sanksi, tapi penjaga norma dan etika. Kalau pelanggaran masuk kategori berat, prosesnya jelas melalui sidang etik,” jelasnya.

Ia menambahkan, pelanggaran berat umumnya menyangkut tindakan yang mencoreng sumpah jabatan, mencederai integritas lembaga, atau melanggar norma etik dalam tata kelola kerja dewan.

Pengadaan toga sidang, lanjutnya, menjadi simbol keseriusan BK dalam menjalankan fungsi pengawasan etika secara profesional, meniru standar lembaga yudisial untuk memberi bobot moral terhadap proses penegakan disiplin anggota dewan.

“Kita ingin lembaga ini dihormati, dan itu dimulai dari cara kita menjaga perilaku anggota secara internal,” kata Subandi.

Lebih jauh, ia mendorong pentingnya kesadaran kolektif di tubuh DPRD akan pentingnya etika dalam membangun kepercayaan publik.

BK, katanya, bukan sekadar lembaga seremonial, melainkan bagian penting dari sistem checks and balances internal.

“Kalau integritas dewan turun, kepercayaan publik juga ikut tergerus. Maka keberadaan BK harus betul-betul menjalankan fungsinya dengan tanggung jawab,” pungkasnya. (*)