MUI Peringatkan Vasektomi Haram Imbas Wacana Dedi Mulyadi, Hukum KB Perempuan Bagaimana?
Penulis: Rafika
4 jam yang lalu | 0 views
Ilustrasi pil KB. (Ist)
Presisi.co - Wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan vasektomi sebagai syarat utama penerima bantuan sosial (bansos) menuai kontroversi.
Pasalnya, kebijakan ini bersinggungan langsung dengan pandangan hukum Islam terhadap prosedur vasektomi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik vasektomi. Hal ini membuat usulan Dedi Mulyadi tersebut menjadi perdebatan oleh masyarakat.
Ketua MUI Jawa Barat, Rahmat Syafei, menyampaikan pada Kamis (1/5/2025) bahwa para ulama di Indonesia telah setuju hukum vasektomi adalah haram.
Keputusan itu diambil saat mengupas tuntas persoalan vasektomi melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012 silam.
Menurut Rahmat, keputusan haramnya vasektomi berdasarkan pandangan para ulama fiqh klasik yang menyatakan bahwa tindakan medis yang menyebabkan kemandulan permanen tidak dibenarkan dalam Islam. Namun demikian, ada pengecualian.
Rahmat menyebut bahwa vasektomi dapat dipertimbangkan dalam situasi tertentu, seperti saat ada ancaman serius terhadap kesehatan pasien, dengan catatan prosedurnya tidak bersifat permanen.
Mengingat vasektomi haram, publik lantas bertanya-tanya seperti apa hukum kontrasepsi atau program keluarga berencana (KB) untuk perempuan? Berikut jawaban dari ulama kondang yang ahli dalam bidang fiqh, Buya Yahya.
Dalam salah satu ceramah yang ditayangkan melalui kanal Al-Bahjah TV, Buya Yahya mengulas pentingnya memahami alasan seseorang menjalani KB. Menurutnya, salah satu aspek terpenting adalah motif di balik keputusan tersebut.
Ia memaparkan dalam perspektif Islam, program KB terbagi menjadi dua kategori. Pertama, tahdidun nasl, yakni upaya untuk membatasi jumlah kelahiran, dan kedua, tandzifun nasl, yaitu usaha untuk mengatur jarak antar kelahiran.
Buya Yahya menuturkan, membatasi kelahiran adalah hal yang tak boleh dilakukan seorang Muslim. Apalagi, jika tujuan membatasi kelahiran adalah karena takut tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anak secara ekonomi.
"Jika membatasi kelahiran karena khawatir tidak mampu menghidupi, tidak mampu memberi makan lalu membatasi jumlah anak, itu haram mutlak," tegas Buya Yahya, dilansir dari YouTube Al-Bahjah TV pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Buya Yahya juga mengingatkan umat Islam agar tidak khawatir terhadap rezeki, karena Allah telah menjaminnya bagi setiap makhluk.
"Tidak boleh takut dengan urusan rezeki, Allah sudah mengatur rezeki setiap orang," jelas Buya Yahya.
Untuk itu, yang diperbolehkan dalam Islam adalah mengatur kelahiran. Contohnya, kala suami dan istri mengatur agar kelahiran anak-anaknya tidak saling berdekatan sehingga tak kewalahan dalam mengurus anak-anak mereka. (*)